Susur Bekas Rel Kereta Api di Kota Magelang


Jejak Rel1Pagi itu cuaca Magelang memang sedikit berkabut. Dinginnya hawa pagi hari justru justru kami rasakan sebagai sebuah kesegaran yang semakin memacu langkah kami untuk menjalani tradisi mlaku-mlaku. Maka di pagi krumun itu sambil menggendong si Genduk, saya dipandu si Ponang menapaki gang-gang penghubung antar kampung. Kali ini memang untuk pertama kalinya si Genduk menikmati kesegaran pagi hawa udara yang terhembus langsung dari pepohonan gunung Tidar, sang pusere Tanah Jawa yang kondhang kaloka alias kesohor itu.

Dengan semangat empat lima, si Ponang sengaja memprovokasi diri untuk menunjukkan kepada adik kecilnya jejak sisa sejarah di Kota Magelang, tempat ia dilahirkan dan dibesarkan. Menurut dia, Magelang merupakan kota yang penuh sejarah. Ada bekas stasiun dan jalur rel kereta api. Banyak candi-candi cantik. Juga kisah-kisah kepahlawanan, seperti Pangeran Diponegoro yang setia setiap saat menunggang kuda di sudut Alun-alun Kota Magelang.

Jejak Rel2 Jejal Rel2

Setelah menyusuri selokan mataramannya Magelang di sudut Kampung Peniten hingga Potrosaran, menembus taman bunga di tepian A Yani, maka kamipun menapaki gang-gang di kampung belakang Pasar Kebon Polo. Kita semua tentu sudah mafhum bahwa Terminal Kebon Polo pada saat dulunya merupakan bekas stasiun kereta api Kebon Polo. Segaris dengan gapura Kampung Kebon Polo, lurus memasuki gang yang mengarah sedikit ke arah utara agak condong ke timur merupakan jalur rel kereta api yang masih menampakkan sisa-sia kejayaannya. Pada jalur kenangan inilah pagi itu kami mlaku-mlaku antar kampung.

Meskipun bekas rel kereta api yang dulu menjadi penghubung antara Magelang – Ambarawa dan antara Jogja – Semarang tersebut kini sudah ditimbun di bawah lapisan aspal dan menjadi jalanan gang kampung, namun kami seolah-olah sedang berjalan di sepasang besi sejajar yang berbantal balok kayu jati. Di beberapa ruas jalan nampak batangan besi rel kereta api yang sesekali nongol seolah mengingatkan rekaman sejarah yang pernah dijalaninya. Berjalan pelan namun pasti, di telinga kami seolah terngiang bunyi peluit panjang yang ditiup kepala stasiun Kebon Polo yang diiringi dengan bunyi jas-jes-jos …… dek-dek-dek-dek. Kami benar-benar seolah tenggelam dalam masa kejayaan kereta api yang mengantarkan para pedagang antar kota di poros Jawa Tengah.

Jejak Rel3 Jejak Rel4

Satu ciri khas sebuah bekas jalur rel kereta api yang menjadi pedoman si Ponang dalam penyusuran jejak sejarah rel kereta api adalah keberadaan tiang telepon kuno yang digantungi kawat-kawat yang melilit pada keramik isolator bergaya tempo dulu. Bahkan di beberapa titik sering juga kita jumpai patok besi berbentuk besi rel keteya yang berdiri tegak. Ada pula semacam tonggak besi yang mungkin dulunya lazim difungsikan sebagai rambu-rambu pengatur sinyal lalu-lintas kereta api yang melintas.

Jejak Rel5Kurang lebih berjalan 500-an meter, sampailah kami di persilangan jembatan Kali Manggis. Nampak di sudut tepian jalan terdapat plang putih yang menyatakan bahwa jalur jalanan tersebut masih diakui sebagi aset miliki PT Kereta Api Indonesia. Sebagai bukti abadi bahwa jembatan sempit beraspal tersebut dulunya merupakan jembatan kereta api dapat dilihat dengan mencermati garda atau palang besi di bawah jembatan yang merupakan konstruksi besi baja khas sebuah jembatan kereta api.

Terus berjalan lurus menapi bekas rel di sisi timur Jalan Serayu Timur, di kanan kiri jalanan memang masih dipenuhi deretan rumah-rumah warga yang berdempetan sangat padat. Namun semakin menuju arah utara, tepatnya pada sisi kanan-kiri jalur jalanan yang diapit tebing-tebing terjal, deretan rumah-rumah warga tersebut semakin jarang. Bahkan kemudian posisi rumah warga telah berganti menjadi di bawah sisi tebing sehingga semakin nampak bekas jalur kereta berada di atas tebing. Hal ini semakin menambah keanggunan dan eksotika bagi siapapun yang tengah berusaha dan tenggelam dalam nuansa rel kereta api masa silam.

Sedikit rasa penat yang menggayut di kedua telapak kaki seolah mendapat kesempatan untuk rehat sejenak pada saat kami sampai pada sebuah cakruk alias gardu perondan. Sebuah bangunan panggung yang makruk-makruk di tepian tebing sisi timur, berpagar setengah terbuka, beratap genteng kampung, dengan sebuah kenthongan yang menggantung di salah satu blandarnya benar-benar membawa kami tenggelam dalam nuansa pedesaan yang khusuk, tenang, tentram dan maha damai. Kamipun duduk sejenak sambil jagongan dengan tak henti-henti memasang mata batin dan mata hati untuk berusaha menangkap bayang-bayang kereta uap yang tengah melintas tepat pada jalur rel kereta api yang ada di depan mata kami.

Jejak Rel6 Jejak Rel7

Kereta api di Magelang memang tinggal sebuah dongengan para simbah yang mungkin tinggal satu-dua diceritakan kepada para anak cucu. Sebagaimana ramalan Maharaja Jayabaya yang menyatakan bahwa pada sebuah jaman dimana Pulau Jawa bersabukkan batang besi kono pada masa itulah kemakmuran akan menaungi kehidupan masyarakat secara merata. Benarkah sabuk besi itu adalah rel kereta api? Jikapun benar demikian, apakah masyarakat kini sudah benar-benar merasakan kemakmuran bersama? Ah, kenapa pikiran saya tiba-tiba melayang terlalu mengawang-awang?

Pernahkan Anda yang warga Magelang menyusur kembali jejak sejarah masa silam untuk menemukan dari mana kita berasal, pada posisi mana kita berada saat ini, kemanakah tujuan langkah kaki serta masa depan kita? Jika belum, mungkin sekali-kali sampeyan perlu melakukannya. Semoga Anda menemukan hikmah di balik perjalanan penjelajahan Anda. Jangan ragu untuk mencobanya. Monggo sedoyo!

Ngisor Blimbing, 5 Juni 2014


Satu tanggapan untuk “Susur Bekas Rel Kereta Api di Kota Magelang”