REVITALISASI PERAN KEPEMUDAAN


13197651611027985598Nusantara adalah tetesan rahasia surga yang diturunkan ke muka bumi. Tanah nan subur, laut nan luas, gunung-gunung api nan tinggi, batuan nan dalam, semua menyimpan kekayaan sumber daya alam tiada terkira. Tak salah bila filosof besar Plato, lebih dari 11.600 tahun yang lalu, meyakini negeri ini sebagai Atlantis, surga yang hilang dalam kedahsyatan malapetaka sehari-semalam. Inilah negeri berperadaban tertinggi dengan sistem pertanian yang paling maju pada saat jaman es terjadi. Dari Nusantaralah kemudian menyebar cahaya kebangkitan umat manusia menuju era yang lebih beradab. Nusantara adalah benih peradaban dunia.

Tak perlu menggali memori sejarah hingga jaman Atlantis atau Lemurian, ingat saja Kutai, Tarumanegara, Mataram Kuno, Sriwijaya, Kediri, Singasari, Majapahit, Demak, Pajang, hingga Mataram Baru. Kita dengan mudah akan menemukan bukti kebesaran bangsa Nusantara. Dan kini di abad ke dua puluh satu, di awal milenium ke tiga, tatkala negara ini bernama Indonesia, kenapa kita seakan melihat masa depan negeri ini semakin suram dan tenggelam. Adakah ada yang salah dengan negara kita?

Sudah bukan sebuah rahasia umum lagi jika di negeri ini hukum tidak lagi dapat ditegakkan dengan adil. Kekayaan negara tidak lagi didistribusikan secara merata dan berkeadilan. Kemiskinan dan kebodohan seakan menjadi lingkaran setan yang tidak akan pernah dapat diurai mata rantainya. Pendidikan dan kesehatan menjadi semakin mahal dan tidak terjangkau oleh kebanyakan rakyat kita. Intinya, kita semakin jauh dari cita-cita kebersamaan dalam satu kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jika memang demikian yang kita rasakan bersama, pasti ada yang salah dengan sistem ataupun pelaku sistem kenegaraan kita.

Terakhir kita disuguhi drama reshuffle kabinet yang penuh retorika dan tidak menjawab harapan rakyat. Pangkat dan jabatan di dalam birokrasi pemerintahan sudah tidak lagi mengutamakan nilai profesionalisme. Dasar penempatan sosok-sosok aparatur negara sudah menjadi dagangan politik yang ujung-ujungnya hanya uang dan kekuasaan. Sepertinya di jaman ini kita sangat sulit untuk menemukan sosok aparatur negara yang ikhlas berjuang untuk bangsa dan negaranya. Semua melakukan sesuatu karena pamrih dan ambisi pribadi. Seolah semua berpedoman sepi ing gawe rame ing pamrih, sedikit bekerja banyak berpengharapan. Padahal semestinya para pimpinan itu mengutamakan sepi ing pamrih rame ing gawe, sedikit berpamrih banyak bekerja. Dunia memang telah melaju ke arah wolak-waliking jaman, serba berkebalikan!

Pangkat, jabatan, kedudukan, kekayaan, dan segala nilai parameter kesuksesan duniawi yang bersifat materialistik seakan sudah menjadi tuhan. Tidak ada lagi nilai perjuangan dan ibadah. Segala hal hanya sebatas ukuran rupiah. Bila prinsip demikian yang sudah tertanam di otak para birokrat, maka kemana lagi anak-anak kita, para remaja kita, para pemuda kita, dan segenap generasi penerus bangsa mencari sosok panutannya?

13197653141159276347Sutomo, Gunawan, Suraji adalah sosok muda pelajar STOVIA yang berani meletakkan pondasi kebangkitan nasional dengan mendirikan organisasi Budi Utomo di tahun 1908. Disusul tokoh-tokoh seperti Ahmad Dahlan, Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo,Tjokroaminoto, semua memulai perjuangan di usia muda melalui organisasi modern. Generasi lapis ke dua, sebut saja Sukarno, Hatta, Syahrir, Tan Malaka, Muhammad Yamin, Ali Sastroamijoyo, Iwa Kusumasumantri, WR Supratman-pun mendobrak ikatan sempit kesukuan menjadi ikatan nasionalisme kebangsaan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, juga dalam usia muda. Demikian halnya Sukarni, BM Diah, Chairil Anwar, Chaerul Saleh, Sudirman, Wahid Hasyim adalah sederetan pemuda yang mendorong kelahiran bangsa Indonesia melalui Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus 1945 dan terlibat dalam masa revolusi fisik.

Tidak hanya berhenti sampai masa kemerdekaan, di akhir masa orde lama dimana dominasi kekuatan komunis mulai menyusup ke dalam ideologi dan sistem pemerintahan, para pemuda kembali mempelopori pembaharuan. Ingatlah Arif Rahman Hakim, Akbar Tanjung, Cosmas Batubara! Ingatlah KAMI, KAPI, KAPPI, KABI, KASI, KAWI, KAGI, semua terdiri barisan anak muda yang memiliki nasionalisme tinggi. Ingatlah juga runtuhnya orde baru yang otoriter dan bangkitnya orde reformasi di tahun 1998, juga bermula dari kalangan mahasiswa yang notabene merupakan golongan pemuda.

Dalam konteks sebuah sistem kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, pemuda adalah salah satu pilar tegaknya norma dan nilai luhur kemanusiaan. Generasi tua cenderung merasa nyaman dan melanggengkan keadaan yang sudah berjalan. Mereka sangat menikmati status quo demi alasan ketenangan dan stabilitas nasional, meskipun di tataran praktis rakyat selalu menjadi korban kebijakan yang tidak memihak kepada rasa keadilan. Dalam situasi yang lepas dari rel norma dan aturan yang telah disepakati dalam kehidupan berbangsa dan bernegara itulah pemuda senantiasa tampil untuk kembali menyuarakan kebenaran nurani dan kepemihakan terhadap golongan yang lemah dan tertindas. Pemuda adalah suara rakyat!

Usia muda adalah usia transisi dari remaja menuju dewasa. Pemuda harus identik dengan semangat dan idealisme yang tinggi. Pemuda adalah produk dunia pendidikan yang masih suci dari kepalsuan dan tipuan-tipuan dunia nyata yang dilakoni generasi pendahulunya. Cita-cita pemuda masih murni dari pencemaran ambisi, keculasan dan kecurangan. Dengan segenap ilmu pengetahuan yang dikuasainya, dengan segala kejernihan nurani, dengan rasa keberpihakan kepada nilai kebenaran, kejujuran, keadilan, serta dengan bimbingan suara Tuhan, pemuda adalah jelmaan amanat penderitaan rakyat. Dengan demikian pemuda akan selalu menduduki peran sentral sebagai agen pembaharu, sekaligus agen perubahan di masyarakatnya.

Di tengah krisis tampilnya sosok panutan bagi generasi muda saat ini, pemuda harus tetap optimis untuk mengawal tegaknya nilai keadilan dan kebenaran. Tantangan jaman bagi generasi muda memang semakin berat. Narkoba, pornografi, pergaulan bebas, kriminalitas, individualisme, egoisme, tawuran, tindakan kekerasan hingga nepotisme adalah virus yang sangat berbahaya bagi pemuda. Adalah tugas utama generasi yang lebih tua untuk menyanyangi dan melindungi pemuda kita agar tidak terjerumus dalam godaan jaman.

Banyak contoh prestasi para pemuda di jaman reformasi ini. Lihat saja para pelajar yang rutin menjadi langganan juara olimpiade fisika, kimia, matematika, juga di bidang olah raga. Di sekitar kita juga banyak bertebaran komunitas yang dimotori anak muda, ada komunitas baca, sahabat pena, pecinta alam, blogger, skateboard, sepeda, penyayang binatang, hingga remaja masjid dan karang taruna. Semua kelompok yang mewadahi penyaluran minat dan bakat generasi muda itu harus terus didorong untuk eksis dan mengembangkan kreativitasnya.

Bila 83 tahun silam para pemuda dari berbagai suku bangsa yang belum modern sudah mencetuskan Sumpah Pemuda, satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa, maka pemuda di masa kini harus mewarisi spirit besar tersebut demi kemajuan dan kepentingan bangsa dan negara. Pemuda adalah para pemimpin di masa depan. Daun tua akan menguning, layu untuk kemudian gugur kembali ke bumi. Sementara kemurahan alam akan mengantarkan pucuk-pucuk tunas muda bersemi mengganti hari. Tunas muda bersemi adalah harapan masa depan yang lebih berseri. Bangkitlah pemuda Indonesia, bangsa ini menantikan karya nyata dari buah kreativitasmu! Selamat Hari Sumpah Pemuda! Salam Pemuda Indonesia!

Ngisor Blimbing, 23 Oktober 2011


8 tanggapan untuk “REVITALISASI PERAN KEPEMUDAAN”

  1. Semoga para pemuda kembali memelopori perubahan di negeri kita ini. Sebagai mantan pemuda, saya sangat menaruh harap kepada para pemuda. Mohon maaf saja, Angkatan 1998 seperti saya nampaknya gagal mengawal reformasi karena KKN yang ingin diberantas dulu sekarang juga masih ada dan bahkan korupsinya semakin menggila.

    Apabila perlu, pemuda sekarang lakukanlah revolusi karena reformasi telah gagal menata negara ini.

  2. sungguh menyedihkan nasib ikrar sumpah pemuda yang telah disampaikan para founding fathers 83 tahun yang lalu. kini negeri ini bukannya makin membaik, tapi malah makin babak-belur akibat penafsiran makna nasionalisme yang kain menyempit.

  3. Kalo kata cak nun : pejabat kita bermental pedagang..

    “Generasi tua cenderung merasa nyaman dan melanggengkan keadaan yang sudah berjalan.” <setuju nih

    tapi ditengah keadaan jaman sing rodo edan iki mengawali sebuah kebenaran sulit lho, yang tadinya optimis pasti ada saja keadaan dimana menjadi pesimis.