Quo Vadis Bala Tidar


Pusing2Sebagaimana citra pulisi dan jaksa yang tengah terpuruk, dunia bloggerpun sedikit mengalami masa stagnan. Satu masa dimana banyak blogger kehilangan ide penulisan. Stag, bete, tidak mud, hilang ide, bingung, macet, itulah barangkali ungkapan blogger yang tengah mati kutu. Jangankan mau menulis postingan, untuk sekedar bloggingpun kemudian menjadi enggan.

Kehadiran jejaring maya lain seperti facebook dan twitter memang menjadi tantangan tersendiri bagi komunitas blogger. Fitur yang sederhana, tulisan bersifat status yang tidak perlu terlalu panjang, cepat mendapatkan banyak teman, hingga lebih mudah narsis adalah beberapa alasan para facebooker. Facebook, sebagaimana pendapat Kang Syahrudin, bisa jadi merupakan filter untuk menyaring blogger sejati. Kebanyakan blogger sejatipun sebenarnya memiliki facebook, namun belum tentu seorang facebooker merangkap sebagai blogger.

Blog merupakan salah satu penyaluran aspirasi ataupun second opinion terhadap berbagai fenomena kehidupan di sekitar kita. Mulai soal politik, sosial, budaya, hukum, ilmu pengetahuan, hingga sekedar hobi, banyak diulas oleh para blogger. Independensi dan kebebasan berpendapat merupakan keunggulan blogger sebagai para penulis atau jurnalis independen. Blog bisa menjadi sarana aspirasi akar rumput. Blog dengan demikian merupakan salah satu pilar civil society, kekuatan riil masyarakat madani.

Terlepas dari latar belakang permasalahan yang terkait, fakta memang menyatakan bahwa produktivitas tulisan atau postingan para blogger akhir-akhir ini menunjukkan sedikit kelesuan. Di beberapa komunitas, masalah kelesuan ini seringkali menjadi tema obrolan hangat di saat kopdar. Bahkan seorang blogger berseloroh, “masak seorang blogger lebih sering melakukan kopdar dibandingkan posting di blognya”. Blog seringkali tidak terurus secara teratur dan tidak terupdate. Ini nampaknya problem klasik. Kemudian apa yang perlu dilakukan oleh berbagai komunitas untuk mendorong kebekuan tersebut?

Ada usulan yang cukup brilian dari rekan Bala Tidar, wacana “wajib posting”. Memang dalam kondisi kemalasan, nampaknya upaya pendisiplinan diri perlu dibangkitkan kembali. Kesepakatan tentu bisa dibuat diantara sesama anggota komunitas, apakah wajib posting sebulan sekali, atau seperti apa yang paling logis. Memang aturan ini lebih sebagai anjuran atau himbauan tanpa sanksi khusus bagi yang tidak menaatinya. Namun dengan rasa komitmen yang tinggi, bisa jadi dapat menjadi solusi kemarau ide yang mendera.

Di samping wajib posting, perlu pula dilengkapi wajib komentar antar sesama anggota komunitas. Bila disepakati wajib posting satu postingan dalam sebulan, maka tidak berlebihan misalkan wajib komentar minimal sepuluh komentar dalam satu bulan. Cara pendisiplinan ini diharapkan akan mampu memacu semangat blogger untuk kembali rajin menulis. Intinya sebagaimana rekomendasi Tim 8, perlu segera dilakukan reformasi institusi komunitas blogger yang tengah stagnan.

Kedua cara di atas merupakan solusi di tingkat teknis. Pada tataran yang jauh lebih mendasar, perlu kiranya dalam setiap kesempatan kopdar dibahas dan didiskusikan penyebab matinya ide posting, bagaimana menyikapinya, dan tindakan apa untuk semangat bangkit kembali. Nampaknya perlu pencerahan dari para blogger sejati untuk berbagi pengalaman mengenai teknik penggalian ide, merumuskan dan menuangkan ide menjadi susunan kata, kalimat dan bahasa yang menarik, tertata apik, mudah dipahami, dan pastinya komunikatif.

Barangkali sampeyan punya gagasan yang lebih gemilang? Monggo ditunggu urun rembugnya.

Kampung Kosong, 17 November 2009


9 tanggapan untuk “Quo Vadis Bala Tidar”

  1. Nek saya idhem saja dengan sampeyan. Iki dietung komentar ra yo? 😀
    .-= Artikel terakhir nahdhi: Setiap Batu Punya Cerita: Ratu Boko =-.

  2. Haitus..mungkin itu Pendekar kata yg tepat untuk menggambarkan blogger yang sedang mati kutu seperti yg diulas Pendekar di post ini..
    Setiap manusia,saya yakin akan mengalami masa ini. Namun dengan disiplin (seperti saran pendekar) hal itu bisa diatasi. Karena kalau kemalasan adalah watak, maka manajemen dirilah yang sanggup merubahnya. Dan manajemen diri yg paling baik adalah disiplin.

    Good post pendekar…inspiratif.
    Btw, form komentarnya bagus deh. Dapet dari mana?hehe
    .-= Artikel terakhir insan: Festival Meja Makan =-.