Puasa dan Kemerdekaan


Puasa dan kemerdekaan, adakah hubungan benang merah yang jelas dan tegas? Dari sudut kronologis sejarah bangsa Indonesia, puasa tidak bisa sama sekali dilepaskan dari kemerdekaan, karena peristiwa proklamasi yang telah menghantarkan bangsa kita ke depan pintu gerbang kemerdekaan tepat terjadi di bulan Puasa. Akan tetapi apakah hanya sebatas itu relasi hubungan antara puasa dan kemerdekaan?

Puasa atau pasa dalam bahasa Jawa, hakikatnya adalah menahan dari sesuatu. Hal inipun senafas dengan istilah shaum dalam bahasa Arab yang seakar dengan kata imsak. Imsak sendiri berarti menahan. Dari sudut istilah syariat Islam, puasa memiliki pengertian suatu amalan menahan untuk tidak makan, minum, serta segala perbuatan yang dapat membatalkannya semenjak matahari terbit di waktu fajar hingga matahari terbenam di kala senja.

Puasa merupakan suatu amalan yang sudah sangat purba usianya. Semenjak keberadaan Adam dan Hawa bertempat tinggal di surga, mereka sudah diperintahkan untuk menahan diri agar tidak mendekati pohon khuldi. Jangankan memakan buahnya, mendekati saja tidak diperkenankan. Akan tetapi, karena Adam dan Hawa terbujuk rayuan setan, maka mereka tergelincir tidak dapat menahan diri untuk mendekati pohon khuldi, memetiknya, bahkan hingga sempat memakannya. Dan tatkala mereka teringat akan larangan Allah, terlambat! Buah khuldi itu telah masuk di kerongkongan Adam, sedangkan buah yang lain bahkan sudah sampai di dasar dada Hawa. Akhirnya dikarena tidak dapat menahan diri dan taat atas perintah Allah untuk puasa terhadap buah khuldi, Adam dan Hawa diusir dari surga  untuk kemudian diturunkan ke muka bumi.

Sepanjang sejarah anak turun Adam, Idris, Nuh, Ibrahim, Musa, hingga Isa banyak kisah-kisah atau riwayat mereka melakukan ritual puasa, hingga kini sampai kepada ummat Muhammad. Puasa merupakan ibadah khusus yang dipersembahkan seorang hamba kepada Tuhannya. Puasa bersifat sangat rahasia, karena hanya diri seseorang dan Allah saja yang mengetahui apakah dirinya benar-benar perpuasa atau sekedar berpura-pura. Bisa saja seseorang yang bertingkah lemah, lemas, letih di kala berhadapan dengan orang lain, namun setelah masuk di dalam rumahnya sendiri ia makan-minum dengan sepuasnya. Bahkan beberapa orang yang sedang mengambil air wudlu secara bersamaanpun tidak akan tahu apakah saudara di sampingnya menelan air tatkala berkumur. Puasa sangat rahasia, sehingga Allahpun menyatakan bahwa puasa adalah persembahan seorang hamba khusus untuk-Nya dan pahalanyapun dirahasiakan hingga di akhir jaman kelak.

Jika puasa memiliki sifat menahan dan membatasi diri dari pelampiasan segala keinginan, maka berbeda dengan kemerdekaan. Kemerdekaan secara umum bisa dimaknai sebagai kebebasan. Kebebasan adalah salah satu hak asasi manusia yang paling hakiki. Manusia secara fitrah penciptaannya ingin bebas dari rasa takut, rasa lapar, haus, dan segala belenggu penindasan terhadap setiap keinginan, termasuk penindasan, penjajahan, dan kesewenang-wenangan. Di tingkatan negara dan pergaulan masyarakat dunia, setiap hak individu bahkan telah diakui dan dilindungi secara hukum.

Kebebasan adalah hak manusia. Namun harus diingat bahwa setiap pemenuhan hak harus diimbangi pula dengan kewajiban. Jika manusia memiliki hak asasi, maka manusiapun memiliki kewajiban asasi. Jika manusia memiliki kebebasan, memiliki kemerdekaan, maka sejatinya kebebasan dan kemerdekaan yang dimiliki tersebut bukanlah sesuatu yang tidak tanpa batas. Terlebih jika dihadapkan dengan kepentingan umum maupun di hadapan Tuhan, kebebasan dan kemerdekaan manusia bersifat terbatas.

Manusia merdeka untuk makan dan minum sepuasnya. Namun dalam kerangka makan dan minum terdapat batasan makanan apa yang halal untuk dimakan dan minuman apa yang halal untuk diminum. Bahkan terhadap makanan dan minuman yang halalpun terdapat batasan seberapa banyak kita diperkenankan untuk menampungnya di dalam rongga perut kita tanpa menimbulkan gangguan mekanisme biologi maupun kesehatan tubuh. Ketika batasan tersebut dilanggar, maka akan terjadi ketidakseimbangan sistem yang akan menyebabkan rasa sakit, atau bahkan timbulnya penyakit. Maka sangatlah tepat jika Kanjeng Nabi Muhammad mengajarkan kepada pengikutnya agar makanlah sebelum lapar dan berhentilah makan sebelum kenyang. Kondisi keseimbangan atau pertengahan antara rasa lapar dan kenyang itulah yang terbaik bagi tubuh manusia. Manusia jangan sampai dilanda kelaparan dan kekenyangan berlebihan soal makanan.

Demikian halnya soal rejeki. Selepas menjalankan ritual ibadah khusus, manusia diperintahkan untuk bertebaran di muka bumi dalam rangka menjemput rejekinya. Manusia diamanati kebebasan untuk mengelola bumi dan alam. Manusia diberikan bekal akal yang akan membimbingnya menemukan ilmu, pengetahuan dan teknologi untuk mengeksploitasi alam. Manusia bebas untuk menambang mineral bumi, menebang pohon, menangkap ikan di seluruh penjuru sudut bumi. Namun ingat, jika manusia hanya sekedar menurutkan rasa kebebasannya, maka yang akan terjadi adalah hutan gundul, polusi, pencemaran, erosi, dan segala keparahan kerusakan lingkungan hidup. Maka diperlukan batasan tindakan manusia yang tidak mengganggu keseimbangan dan kelestarian alam. Ini berarti bahwa kebebasan dan kemerdekaan mengelola alampun dibatasi dengan etika dan moralitas untuk mengawal kelestarian alam yang juga terkait langsung dengan kelestarian manusia sendiri.

Setiap kebebasan selalu ada batasan. Setiap kemerdekaan disertai dengan rambu dan koridor untuk tidak menimbulkan kerusakan. Dari segala tindakan kebebasan dan kemerdekaan diperlukan pengendalian serta pengelolaan tindakan agar membawa kepada kemanfaatan hidup. Ritual puasa mengajarkan upaya pengendalian diri terhadap segala kenginan, nafsu, dan semua potensi sifat negatif yang ada di dalam dada manusia. Pada saat manusia berpuasa, ia meninggalkan kemerdekaan untuk makan, minum, menggauli istri, meskipun mereka halal dan menjadi hak milik kita. Di sinilah manusia belajar mengenai pengendalian dan makna pembatasan diri.

Puasa merupakan sikap pembatasan diri di tengah kebebasan dan kemerdekaan yang dimiliki manusia. Puasa merupakan pengendali, pengontrol dan penyeimbang kebebasan atau kemerdekaan yang diberikan Tuhan kepada manusia agar manusia tidak terjerumus kepada kehancuran. Semoga kita bisa berpuasa sebagaimana Allah dan Rasul-Nya mengajarkannya kepada kita, dan dapat memetik hikmah di dalamnya dengan sebaik-baiknya demi tegaknya peradaban manusia di atas muka bumi.

Ngisor Blimbing, 4 Agustus 2012


3 tanggapan untuk “Puasa dan Kemerdekaan”