Naga Air Bhumi Tidar


EKSPEDISI KALI MANGGIS

Air adalah kebutuhan primer bagi kehidupan. Jangankan manusia, hewan atau tumbuhan, bahkan makhluk hidup bersel tunggalpun memerlukan air untuk melakukan mekanisme metabolisme dalam tubuhnya. Inilah yang menyebabkan kehidupan manusia semenjak jaman pra sejarah senantiasa berkembang di daerah yang berdekatan dengan air. Sampeyan pasti ingat bagaimana fosil manusia purba banyak ditemukan di sepanjang tepian Bengawan Solo, atau peradaban tua di Mesir, Mesopotamia, Harappa dan Mahenjodaro, hingga Tiongkok tua.

Mirip dengan Kraton Ngayojakarto Hadiningrat yang diapit oleh kali Code di sisi timur dan kali Winongo di sisi barat, kota Magelangpun diapit oleh kali Elo dan Progo. Hal inilah yang menjadikan kota yang terletak di dataran tinggi ini tidak pernah mengenal kejadian banjir bandang.

Bila Jogja memiliki Selokan Mataram yang menghubungkan Progo ke Opak dan melintasi sisi kota bagian utara, maka Magelang memiliki kali Manggis yang membelah kota menjadi timur dan barat. Memasuki gerbang utara di wilayah perkampungan Jambewangi, Sang Naga Air menyusur kota Magelang sepanjang wilayah Kedungsari. Air terus mbanyu mili melintas di sisi pasar Kebon Polo, Rindam IV, kampung Gelangan, kawasan Pasar Tarumanegara, tenggelam mlusup di bawah tanah, dan muncul di ujung Jalan Ikhlas, melingkar di sisi Tidar, kompleks Panca Arga dan masuk wilayah Mertoyudan.


Kali Manggis manyandang nama buah yang dikenal sebagai Sang Ratu Buah. Konon katanya karena memang di masa lalu, pada sisi kanan dan kiri sepanjang hulu hingga hilir, berjajar rapi pohon manggis. Inilah yang mengawali orang kemudian menamakannya sebagai kali Manggis.

Kali Manggis adalah anugerah alam bagi Magelang, bahkan semenjak bumi tersebut ditetapkan sebagai tanah perdikan di masa Sailendra dan Sanjaya. Tanah nan subur dan kaya akan humus vulkanisme membutuhkan kelengkapan pengairan yang memadai. Ketinggian badan air kali Progo dan Elo yang lebih rendah tidak memungkinkan aliran air mengaliri dataran kota yang lebih tinggi. Inilah peran sentral dan vital kali Manggis.

Di masa kini, kali Manggis memang semakin nampak sebagai sungai yang tidak alamiah. Sisi tepian sungai sepanjang perlintasannya di kota Magelang, berupa tanggul permanen yang memberikan kesan seolah-olah sungai tersebut merupakan selokan buatan. Terlebih lagi fungsi vital sebagai air irigasi untuk pertanian di wilayah kota, saat ini sudah purnabakti karena memang bisa dibilang sudah tidak ada lagi lahan pertanian di wilayah kota. Hanya memang masih ada segelintir warga yang memanfaatkan air kali Manggis untuk memelihara ikan air tawar, seperti lele atau bawal.


Dalam kehidupan warga masyarakat, sungai sebagai penyuplai air kehidupan memiliki peran sentral. Sungai dipergunakan untuk berbagai hajat hidup, mulai air minum, mandi, cuci, bahkan kebutuhan “kakus”. Sampeyan pasti sangat tahu bagaimana orang membuang kotoran dan sampahpun juga di badan sungai.

Masalah utama yang harus dipertimbangkan adalah daya dan kemampuan sungai untuk secara alamiah mengurai berbagai masukan sampah dan kotoran untuk dinetralkan kembali, sehingga tidak membahayakan kelestarian lingkungan hidup. Untuk hal yang satu ini, kali Manggis jelas sudah sangat keberatan beban. Memang kebiasaan warga di titik tertentu, yang membuang sampah ke badan sungai secara tidak bertanggung jawab masih sering terjadi. Sampah memang belum membuat kali Manggis mampet dan tersumbat, namun bila hal ini terus terjadi secara masif, di samping kualitas air semakin turun, juga memungkinkan hambatan aliran yang dapat mengancam menjadi banjir bandang skala lokal.


Debit kali Manggis sebenarnya lumayan besar. Di beberapa titik aliran, bahkan ketinggian curahan air mencapai lebih dari lima meter. Hal ini sebenarnya memungkinkan untuk pengembangan pembangkit listrik skala mikrohidro. Barangkali untuk skala masayarakat atau warga lokal sangat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan listrik beberapa rumah. Ini bisa menjadi suatu pionir untuk pengembangan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.

Kali Manggis merupakan salah satu citra kota Magelang. Harapan setiap komponen warga adalah keberadaan kali Manggis yang bersih dan asri sehingga menjadikan wajah kota semakin anggun dan sejuk. Prokasih atau program kali bersih sepertinya harus lebih disosialisasikan dan digemakan kepada segenap masyarakat. Hal ini tentu saja menjadi tanggung jawab pemerintah, segenap warga kota dan semua pihak yang memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup. Dengan demikian anak-anak dapat keceh dan ciblon tanpa khawatir akan tertular penyakit kulit, dan para penggemar olah pancingan dapat menyalurkan hobi strike-nya dengan baik.


Ke depan bahkan sangat memungkinkan dilakukannya pengembangan kali Manggis menjadi kawasan wisata maupun laboratorium lingkungan hidup. Hal ini bukanlah sebuah mimpi kosong bila daerah aliran sungai tertata rapi, rindang dengan jalur hijaunya dan tentu saja bersih. Ditambah lagi misalkan dikembangkan kawasan pemancingan dan wisata kuliner di tepian sungai. Tidak mustahil kesejukan lingkungan dan keunikan penataan kawasan dapat menarik orang untuk datang.  Bila hal ini bisa terwujud tentu saja akan sangat bermanfaat bagi peningkatan harkat dan martabat kehidupan, khususnya warga kota Magelang.

Kampung Kosong, 1 Agustus 2010


11 tanggapan untuk “Naga Air Bhumi Tidar”

  1. wah crito kali manggis aku kelingan ados nganggo ban trek jegor seko ngasem tekan tugu mbaraan/krekop…. seng nntang biyen neng grujukane mbabrek es kliwonan koyo nek saiki arung jerame progo…nostalgia titikk

  2. Rumahku dekat kali Manggis di kampung Gelangan, jadi waktu kecilku aku sering getekan di kali Manggis dengan batang pisang dan malamnya cari ikan dipinggir kali dengan senter.
    Kali Manggisku mugo mugo tetep terjaga kebersihannya

    • wah ini yang mbahu rekso rupanya,
      harapan kita semua agar Kali Manggis tetap bersih, tapi ternyata masih banyak warga yang membuang sampah ke kali itu je….pripun hayo?