Mau Pesan Perhiasan? Disini Saja


Model dan bentuk perhiasan apapun bisa dikerjakan. Dirintis sejak tahun 1950, kini menjadi salah satu industri perhiasan emas rumahan tertua di Magelang. Sempat mengalami masa kejayaan di tahun 1970an. Sekarang, akibat melonjaknya harga emas, tak banyak pesanan yang diterima.

SAHRUDIN, Mertoyudan

Image by Sahrudin

Pemilik toko emas di Kabupaten maupun Kota Magelang, apalagi yang sudah tua-tua, tentu akrab dengan nama Abdul Basar, 73 tahun. Warga Dusun Seneng RT 4 RW 1, Desa Banyurojo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang ini adalah pemilik salah satu industri perhiasan emas tertua di daerah ini. Ia merintis usaha kerajinan logam mulia sejak tahun 1950an.

“Harga emas saat itu masih Rp 500 atau Rp 600 tiap gram,” kenang Basar.

Kemarin sore, ketika Magelang Ekspres menyambangi ruang kerjanya, ia sedang mengerjakan sejumlah perhiasan yang dipesan pemilik toko emas di kawasan Ketandan, Yogyakarta. Pesanan yang datang, kini memang lebih banyak dari Yogyakarta. Di Magelang, Basar dan pekerjanya hanya menerima pesanan dari sebuah toko emas.

“Hanya sedikit. Antara 50 gram sampai 1 ons,” kata Joko Yuwono, 55, salah satu pengrajin, tentang jumlah pesanan yang datang selama beberapa waktu terakhir. Joko sudah bekerja di tempat ini sejak tahun 1970an.

Di tahun 1990an, karya Joko yang berupa gesper emas berbentuk kepala harimau bertahtakan 40 biji berlian, berhasil menduduki peringkat 10 besar dalam kompetisi perhiasan emas di Jakarta. Ia menerima penghargaan dari Ibu Tien Suharto, almarhumah.

Minimnya pesanan emas saat ini, menurut Joko, terutama diakibatkan harga emas yang sedang melonjak. Kondisi seperti ini menguntungkan para pemilik akhir atau pengguna emas. Namun bagi pemain industri, tingginya harga emas tak selalu baik karena daya beli jelas turun.

“Sekarang sedang mencapai rekornya. Konsumen lebih banyak jual daripada membeli,” imbuh Joko.

Disebutkan, saat ini harga emas mencapai kisaran Rp 385 ribu pergram. Angka itu melampaui harga emas pada saat lebaran lalu, yang “hanya” Rp 350 ribu setiap gram. Tukang-tukang emas yang tak bisa mengembangkan kreativitasnya dalam mendesain perhiasan, bisa dipastikan tidak akan mendapat pesanan lagi sekarang. Bukan tidak mungkin, mereka akan gulung tikar.

“Ada pengrajin emas lain di Kecamatan Salaman. Tidak tahu masih ada apa tidak sekarang,” ucap Joko. Nasib serupa sebenarnya juga dialami banyak pengrajin rumahan lainnya. Di Dusun Seneng saja, dulu pengrajin emas terhitung lebih dari 6 orang. Sekarang, yang mampu bertahan hanya 2 pengrajin.

Kendati harganya fluktuatif, toh dari dulu sampai sekarang orang tetap suka menyimpan emas. Harga logam mulia ini amat jarang turun, bahkan setiap tahun cenderung naik. Kalau pun harganya turun, itu hanya berlangsung sebentar, setelah itu bakal naik lagi.

Image By SahrudinIndustri perhiasan emas milik Basar sempat mengalami masa kejayaan pada kurun 1970 hingga 1980an. Untuk menyelesaikan garapan, ia sampai harus mempekerjakan sekitar 15 orang. Kala itu, pesanan anting-anting saja bisa mencapai 500 pasang tiap minggu. “Liontin juga sekitar 500 buah. Itu belum yang pesan cincin, kalung dan gelang,” ungkap Basar.

Untuk membuat perhiasan-perhiasan itu, dibutuhkan emas lantakan yang dijual di toko-toko logam mulia. Emas lantakan berbentuk batangan atau lempengan, dan umumnya berkadar 24 karat atau emas murni. Sepotong emas lantakan ada yang sampai berbobot 3 kilogram. Yang paling bagus bermerek “London”, berkadar 99,99.

“Tukang-tukang emas di sini menyebutnya emas ciok kim,” ucap Joko.

Dulu, Basar dan pekerjanya biasa mengerjakan sekarung emas lantakan untuk dibuat perhiasan. Saking “biasanya” melihat emas lantakan dalam jumlah besar, suatu hari di tahun 1973, Basar punya cerita ketika baru saja membeli emas lantakan. Sebagian lempengan emas ia bawa dengan tas plastik, sisanya dikantongi di saku celana.

Tanpa sadar, emas-emas lantakan tercecer dari saku celana, dan tertinggal di kursi becak yang ia tumpangi. Tukang becak mengira itu bukan emas, tapi alat-alat untuk membuat perhiasan. Begitu dikembalikan, imbalan yang cukup besar diberikan Basar untuk tukang becak yang “lugu” itu.

“Sekarang, karena pesanan tak banyak, emas lantakan cukup beberapa potong saja,” kata Basar.

Kendati mulai surut, sampai sekarang usaha rumahan ini masih tetap sanggup menerima perhiasan dengan bentuk apapun. Pekerjaan lebih cepat selesai kalau pemesan membawa contoh model yang diinginkan.

“Pernah ada gubernur di Sumatera yang pesan lencana emas seberat 50 gram. Dia pesan lewat orang Yogyakarta, tapi kami yang membuatkan,” lanjut Joko. Peralatan yang dimiliki industri rumahan ini memang terlihat cukup lengkap. Untuk jenis gunting saja, bentuk dan ukurannya ada beberapa macam. Begitu dengan alat alat gilingan serta alat-alat solder. Tuanya perjalanan industri ini, antara lain terlihat dari rupa meja dan beberapa peralatan lain yang sudah menghitam dimakan usia.

Image by SahrudinKeahlian Basar maupun para pekerja dalam membuat perhiasan emas didapat tanpa melalui pendidikan atau pelatihan khusus. Tidak pernah ada pembinaan dari pemerintah. Bakat-bakat alam mereka terus diasah dari waktu ke waktu. Bermodal kepercayaan dan kualitas garapan, berapapun jumlahnya order tetap mengalir. “Kalau hasil tidak sesuai keinginan konsumen, tentu kepercayaan bisa hilang,” pungkas Joko.*

*sumber: http://magelangimages.wordpress.com/2010/10/17/mau-pesan-perhiasan-di-sini-saja/


3 tanggapan untuk “Mau Pesan Perhiasan? Disini Saja”