Masjid Al Azom Tangerang


ZAENUDDIN, M.Z. BARU DI MASJID AL AZOM

Mengawali sepertiga akhir Ramadhan yang sering disebut sebagai selikuran, langkah kedua kaki ini mengantarkan si Ponang menjelajah lagi satu masjid baru. Kali ini yang menjadi tujuan adalah Masjid Al Azom di kawasan Kantor Pemerintahan Kota Tangerang. Sudah lama mengetahui keberadaan masjid terbesar di Tengarang ini, namun baru kali ini berkesempatan menyinggahinya. Si Ponang sendiri mendapatkan informasi dan gambaran Masjid Al Azom dari acara Jelajah Masjid. Jadilah ia ngeyel minta diantarkan untuk melihat kemegahan menara dan kebesaran bedug Al Azom.

Bermodal dengkul dan naik angkot dua kali, perjalanan kami teruskan dengan menyusuri trotoar lurus di gerbang jalan Satria Sudirman. Suasana trotoar yang berada di bawah kerindangan pepohonan nan menghijau, ditambah dengan pemandangan ladang sayur mayur yang ijo royo-royo menjadikan perjalanan 1 km itu terasa hanya sesaat. Gerbang masjidpun kami masuki, setelah sebelumnya kami lintasi gerbang Kantor Walikota Tangerang.

Nuansa hijau yang mendominasi ornamen masjid, ditambah dengan deretan pohon palem dan kurma, menjadikan nuansa lingkungan masjid sejuk segar. Bangunan masjid berbentuk persegi ala timur tengah, nampak anggun dengan kubah bertumpuk sebagai mahkota dan empat menara tinggi menjulang sebagai tiang langit, ditambah dengan hawa kering hembusan angin padang pasir serasa mengantar kami menjelajahi jazirah timur tengah. Tapi inilah Masjid Al Azom, kebanggaan masyarakat Kota Tangerang.

Keberadaan masjid senantiasa identik dengan bedug dan kentongan. Kedua alat ini merupakan alat komunikasi sebagai penanda waktu sholat. Meski di jamannya, sebelum adanya pengeras suara kedua alat ini sangat besar kegunaannya, namun kini jarang sekali bedug dan kentongan di tabuh. Demikian hal di Al Azom, sepertinya bedug dan kentongan hanya ditabuh saat Jum’atan saja. Dan ini jelas membuat kecewa si Ponang setelah menunggui bedug hingga menjelang adzan Dzuhur. Adzanpun terkumandang, sholatpun segera ditegakkan, dan dilanjutkan dengan ceramah atau santapan rohani.

 

Tatkala sang penceramah berdiri di depan jamaah dan mengucapkan salam, ”Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh!” Hmmm….sepertinya kok sudah akrab dengan irama dan suara ustadz. ”Saudara kaum muslimin rahimakumullah……”. Ya, itulah suara Da’i Sejuta Ummat! Tapi bukankah Kyai Zaenuddin MZ sudah dipanggil Allah SWT beberapa saat yang lalu. Lha ini siapa? Tapi memang gaya bicara, nada, irama, bahkan gaya retorikanya sangat persis almarhum.

Dalam ceramahnya Beliau menuturkan mengenai para manusia yang akan diangkat derajatnya tinggi-tinggi oleh Allah SWT. Orang yang pertama adalah orang yang beriman. Iman adalah satunya komitmen mulai di hati, pikiran, ucapan, dan perbuatan. Iman merupakan satu paket kesatuan dengan taqwa. Nabi mengatakan bahwa iman ibarat tubuh telanjang, maka taqwalah yang menjadi pakaiannya. Adapun taqwa adalah segala rasa di hati, pikiran, ucapan, dan perbuatan yang dilakukan untuk menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Adapun manusia ke dua yang akan diangkat derajatnya tinggi-tinggi oleh Allah SWT adalah orang yang berhijrah kepada Allah SWT. Hijrah dalam artian fisik berpindahnya Nabi dan kaum muslimin dari Mekkah ke Yasrib atau Madinah, memang sebuah peristiwa sejarah yang tidak akan dapat diulang kembali. Namun inti dari persitiwa hijrah tersebut adalah berpindahkan nuansa kebatinan dan kehidupan kaum muslimin, dari ketertindasan dan ketakutan di Mekkah menuju kepada kebebasan dan kemerdekaan di Madinah. Dari strategi dakwah tertutup menjadi terbuka, dari nilai Islam yang masih personal menjadi Islam yang lebih berdimensi sosial kemasyarakatan, dan seterusnya. Intinya dari sesuatau yang tidak baik, menuju kepada kebaikan. Dari sesuatu yang tidak benar, menuju kepada sesuatu yang lebih benar.

Adapun hijrah dalam konteks aktualitas kehidupan ummat saat ini adalah kepindahan dari sebuah nuansa yang jelek, yang tidak baik, yang kurang baik, menjadi nuansa yang lebih baik dan benar. Jikalau tahun lalu kita suka maksiat, maka di tahun ini marilah kita menjadi lebih taat kepada Allah. Apabila di tahun kemarin sholat kita masih bolong-bolong, masih belang-bentong, maka tahun ini genapkanlah sholat kita. Andaikan tahun kemarin kehidupan kita terlepas jauh dari nilai-nilai masjid, marilah kita berhijrah untuk lebih dekat dengan masjid, dan selanjutnya.

Sedangkan jenis manusia ke tiga yang diangkat tinggi derajatnya adalah orang-orang yang berjihad di jalan Allah. Jihad dalam pengertian khusus memang berperang di medan tempur untuk membela agama Allah. Namun Nabi sepulang dari Perang Badar bersabda bahwa mereka baru saja pulang dari medan pertempuran yang kecil. Adapun pertempuran jihad yang sesungguhnya, jihad akbar adalah berperang melawan hawa nafsu. Oleh sebab itu ummat Islam jangan sampai terbujuk oleh ajakan-ajakan kelompok tertentu yang mengatasnamakan aksi terorisme sebagai jihad.

Gaya penyampaian uraian cerah yang sederhana, pelan, dan ringan membuat jamaah lebih mudah memahami pesan yang disampaikan. Ditambah dengan semilir angin sejuk yang menerpa setiap jengkal ruang masjid, terlebih lagi kondisi perut kosong di puncak rasa lapar, membuat beberapa hadirin terlena hingga tenang terlelap dalam mimpi indah di siang bolong. Tak kalah pulasnya si Ponang yang terbujur tenang di dekat salah satu tiang masjid, saking asyiknya mendengarkan ceramah. Satu pengalaman lagi mewarnai mozaik memori otak si Ponang. Selanjutnya ke masjid mana lagi ya?

Gajah Mada, 23 Agustus 2011


6 tanggapan untuk “Masjid Al Azom Tangerang”

  1. gemuruh menyebut nama allah swt di Masjid Al Azom Tangerang bersama MAJELIS RASULULLAH SAW penceramah HABIBANA MUNZIR BIN FUAD AL MUSAWA