Magelang Jelang Tahun Baru


Dua tiga bulan menjelang akhir tahun ini, masyarakat Magelang menyimpan teka-teki dan tanda tanya besar berkaitan dengan perubahan beberapa sudut kota. Bersamaan dengan dibukanya Artos alias Armada Town Square sebagai mall pertama di Magelang, justru alun-alun sebagai pusat ruang publik di tengah kota ditutup dengan seng yang rapat. Semua warga kasak-kusuk tentang sebuah rahasia umum. Pemerintah tengah gencar melakukan penataan beberapa bagian kota. Poros utama dari program penataan itu adalah alun-alun hingga jalur protokol lurus yang kita kenal sebagai kawasan Pecinan.

Tidak hanya penataan kawasan alun-alun kota dan Pecinan, Pemerintah Kota Magelang konon tengah menggagas wacana Magelang sebagai Kota Sejuta Bunga. Dulu, sekitar akhir tahun 80-an Kota Magelang mengibarkan diri sebagai Kota Harapan. Hidup, asri, rapi, aman, dan nyaman, begitu kira-kira semboyan lama itu. Gencarnya sosialisasi, meskipun terbatas gethok tular dari mulut ke mulut, namun ikon Kota Harapan itu bisa dikenal luas hingga ke pelosok desa dan dusun di wilayah Kabupaten Magelang, termasuk ke lereng Merapi daerah kami. Kala itu saya masih duduk di bangku sekolah dasar!

Nah bagaimana dengan Magelang sebagai Kota Sejuta Bunga? Di tengah jaman kemajuan media komunikasi dan informasi, media massa koran, radio dan televisi, bahkan internet dengan facebook dan twitter-nya, kenapa masih ada tanda tanya dan teka-teki tentang sebuah wacana Magelang sebagai Kota Sejuta Bunga? Nampaknya pemangku pemerintahan saat ini kurang bisa mengoptimalkan peluang dan kesempatan kemajuan teknologi untuk menunjang sosialisasi program-program pembangunan yang tengah dijalankannya. Sehingga jangan salahkan bila ada sebagian warga yang menanggapi wacana Kota Sejuta Bunga hanya sebagai dalih penghabisan anggaran proyek. Lha kok ndilalah juga kasak-kusuk ini terjadi di akhir tahun!

Terlepas dari teka-teki dan tanda tanya mengenai konsep Magelang sebagai Kota Sejuta Bunga yang tidak terjawab dengan tuntas, saat ini sedikit demi sedikit tabir itu mulai tersingkap. Kawasan alun-alun yang sebelumnya dikelilingi seng, kini sudah dibuka. Jalur lambat di kawasan Pecinan yang sebelumnya dibongkar kini tengah menjalani tahap penyelesaian akhir dari sebuah kegiatan penataan ulang. Secara fisik ada yang berubah dan baru pada kedua kawasan ruang publik tersebut. Dan sewajarnya setiap hal yang baru, tentu menimbulkan keterkejutan psikologi dan sosial budaya bagi setiap manusia yang menjumpai keterbaruan tersebut.

Penataan alun-alun kota memang sudah sejak lama menjadi aspirasi sebagian warga. Memperbandingkan alun-alun sebagai jantung pusat kota sebuah tata kota warisan jaman kerajaan dan kadipaten di masa lampau, alun-alun Kota Magelang memang nampak tidak mendapatkan perhatian yang seksama dari pihak pemangku kepentingan. Rasanya kita patut merasa iri jika kita melihat alun-alun di kota-kota lain seperti Purworejo, Kebumen, atau Wonosobo. Pemerintah setempat terlihat sangat serius dalam menata kawasan alun-alunnya. Bagaimana penataan taman dengan segenap tanaman pepohonan dan bunga-bungaannya menambah keasrian, kerindangan, dan kesejukan yang benar-benar terpelihara dengan baik. Keberadaan bangunan pendukung, semisal joglo dan gasibu di segenap sudut, yang menjadi ciri penghormatan terhadap pelestarian budaya Jawa yang adiluhung masih berdiri anggun. Bagaimana pagar keliling tertata dengan kokoh dan perkasa. Bagaimana kebersihan terjaga dengan sangat baiknya, dan bagaimana semua suasana itu dapat bersanding dengan puluhan pedagang kaki lima yang tertata dengan tertib dan santun. Semua nampaknya belum bisa kita jumpai di alun-alun Magelang tercinta.


Penataan kawasan alun-alun memang tidak bisa berlangsung hanya sekejap dalam hitungan satu hari satu malam. Proyek masa kini tentu tidak sama dengan dongeng seribu satu keajaiban pembangunan candi Prambanan oleh Bandung Bondowoso. Namun demikian, tokh tabir yang menutupi alun-alun beberapa bulan terakhir kini sudah terbuka dengan gamblang di hadapan segenap warga kota. Alun-alun tampil dengan tampilan barunya sebagai hasil karya proses penataan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Magelang.

Secara fisik, banyak hal yang telah dibenahi. Pemangkasan ringin induk dan ringin kurung, serta penanaman pohon-pohon baru. Penataan jalur pejalan kaki lengkap dengan lampu-lampu di sisi tepiannya dengan penampilan gaya klasik ala kolonial. Penambahan landmark baru berupa tulisan MAGELANG dalam ukuran raksasa. Penempatan pos keamanan di sudut barat laut berdampingan dengan water torn, termasuk juga penambahan tempat sampah di beberapa titik. Fisik yang baru, tentu saja membawa kepada suasana dan aura baru. Dan sesuatu yang baru, sudah pasti membawa kepada decak kagum dan rasa nggumun.

Sesuatu hal yang lebih baik, tentu saja harus kita syukuri bersama. Hanya saja penataan fisik alun-alun yang sudah nampak keindahan dan dapat kita lihat serta rasakan bersama, akan sangat tidak berarti bila tidak diiringi dengan penataan “batiniah” setiap warga kota ataupun siapa saja yang berkepentingan dengan keberadaan alun-alun. Penataan batiniah yang saya maksudkan adalah kesiapan sikap dan mental kita bersama untuk handarbeni, merasa memiliki bersama, sehingga tumbuh sikap untuk menjaga dan memelihara keindahan yang sudah hadir melalui penataan yang telah selesai dilakukan oleh Pemerintah Kota Magelang tersebut.

Bagaimana segenap sarana prasarana dan fasilitas umum yang ada tetap terjaga dengan baik, bagaimana kebersihan terpelihara tanpa sampah berserakan, bagaimana ketertiban dan keamanan terwujud merupakan tantangan bagi kita semua. Bagaimana setiap tanaman tetap hijau dan tumbuh dengan subur, bagaimana dinding dan tembok di setiap sudut bersih dari coretan tangan jahil, semua hal itu harus menjadi perhatian bersama. Dan hal itu bukan saja menjadi tanggung jawab pemerintah semata, tetapi menjadi kepentingan dan tanggung jawab semua warga kota dan setiap anggota masyarakat yang mengunjugi alun-alun. Ya para pedagang kali limanya. Ya para pengamennya. Ya para petugas keamanan dan kebersihannya. Ya dinas pertamanannya. Dan ya sudah pasti semua pengunjung, pelintas dan penikmat alun-alun.

Alun-alun dengan tampilan dan wajah barunya, kawasan Pecinan dengan jalur keramiknya, demikian halnya dengan sudut kota yang lain, merupakan kado akhir tahun untuk menyambut awal tahun baru. Tahun baru adalah harapan baru. Harapan untuk terus mewujudkan kota Magelang yang hidup, asri, rapi, aman dan nyaman. Inilah semestinya spirit yang harus kita petik dengan tampilan baru kota Magelang menjelang tahun baru. Selamat tahun baru!

Ngisor Blimbing, 25 Desember 2011

Foto: dari sini.


4 tanggapan untuk “Magelang Jelang Tahun Baru”

  1. magelang kota yang bersih indah dan rapi,
    image magelang kota kecil kadang salah kaprah,
    sedangkan yang dimaksud kota kecil cm diliat dari jumlah penduduknya bukan kemajuanya(gak fer dong), kota magelang emang penduduknya sedikit itu dikarenakan luas wilayahnya juga kecil, tapi penataan dan kemajuanya sangat bagus, bahkan hebat menurut saya. kodya magelang berada ditengah2 kabupaten magelang.
    jumlah penduduk kabupaten Magelang 1 juta lebih, sedangkan jumlah penduduk kota(kodya) magelang hanya ratusan ribu. mau kabupaten maupun kota yang penting kita sehati memajukan potensi magelang. “MAJU TERUS MAGELANG TERCINTA”

    NB : COBALAH DATANG KE MAGELANG CITY, dijamin TOP…

    • kota yang kecil harusnya masalah yang dihadapi jauh lebih sederhana dibandingkan kota besar………”keistimewaan” Magelang harus lebih banyak dieksplorasi lagi