Jazz, Tidak Hanya Sebatas Soal Musik


Jazz 7 Langit

Sepanjang pengetahuan masyarakat pada umumnya, jazz adalah suatu aliran musik. Konon dulunya ketika para budak kulit hitam Afrika diboyong ke daratan Amerika, merekalah yang membidani kelahiran musik jazz. Di bawah penindasan atas harkat hak asasi kemanusiaan para tuan tanah yang mempekerjakan mereka, kebebasan dan kemerdekaan adalah sebuah impian kosong yang seolah tiada akan pernah dapat diraih. Maka dalam keadaan terpenjara di kamp-kamp penampungan, mereka justru sedikit dapat menikmati kesegaran angin kebebasan pada saat bekerja di tengah ladang maupun lokasi pertambangan.

J7L1

Dengan celotehan bebunyian mulut yang saling bersautan, mereka menemukan sebuah keasyikan dari suatu harmoni yang tercipta secara spontan. Tanpa konsep ruwet, tanpa imaji terlalu tinggi, mereka bereksplorasi, bereksperimentasi, berekspresi, trial by error, mbanyu mili dengan lingkungan sekitar, maka itulah jalan jazz. Jazz adalah sebuah keliaran mencari peluang-peluang ekspresi kemerdekaan jiwa di dalam pengembaraan imajinasi pada sebuah kesadaran disiplin keterbatasan ruang dan waktu. Kemerdekaan sejati adalah kesadaran batas manusia atas kemerdekaannya.

Jika menilik pengertian dari “jazz” di atas, bukanlah Islam sebenarnya sangat jazzy? Jiwa pengembaraan penemuan jati diri kemerdekaan manusia dalam kerangka kesadaran keterbatasannya sebagai makhluk termulia yang diciptakan Sang Maha Pencipta, adalah sebuah langkah ijtihad, jihad dan mujahaddah seorang muslim sejati. Dengan dibekali akal dan pikiran, ditambah dengan informasi Ilahi dalam kitab suci, manusia diwajibkan mengembarai segala kemungkinan, segala peluang, segala potensi, untuk menciptakan kemaslakhatan-kemasakhlatan dalam rangka tugas pemakmuran dunia sebagai kalifatullah fil ardzi.

J7L2Setelah hampir setahun, insan Komunitas Kenduri Cinta di lingkaran Maiyyah “teracuni” virus jazz yang sering dibawakan oleh Beben Jazz, maka eksplorasi puncak sengaja dilakukan dengan mengkolaborasikan Beben Jazz Band dengan gamelan musik Kiai Kanjeng dalam kemasan “JAZZ 7 LANGIT”. Pagelaran sebagai kado istimewa untuk Jamaah Kenduri Cinta Jakarta ini justru oleh Beben, tokoh musikus jazz tanah air yang telah banyak merasakan asam garam festival jazz sekelas Java Jazz maupun Jack Jazz Festival, dikatakan sebagai puncak penampilan yang belum pernah tertandingi sensasi maupun “kekhusukannya”. Apa pasalnya ia berani memberikan pernyataan ini?

Pada mulanya, Beben memang menekuni musik jazz, mempelejari keilmuan musik semenjak nada, interval nada, irama, tangga nada, cord, termasuk sejarah dan filosofi jazz hanya sebatas sebagai sebuah ekspresi kreasi seni. Jazz adalah sebuah ekspresi kemerdekaan dalam bermusik. Jazz menciptakan penggalian-penggalian ide kreatif melalui penggunaan cord-cord yang rumit dan kompleks untuk mengimbangi ekspresi vokal dari sang vokalis yang juga penuh kejutan-kejutan dalam berekpresi. Namun melalui penafsiran Cak Nun, jazz bukan sebatas soal musik atau aliran musik semata. Jazz adalah jiwa, ruh, spirit, energi dan semangat untuk mengembarai kehidupan untuk mendapatkan peluang-peluang guna pencapaian sebuah jalan kebenaran. Jiwa jazz merupakan sebuah pengembaraan spiritualitas. Dan totalitas manusia jazzy, baru diketemukan Beben di Komunitas Kenduri Cinta dan lingkaran maiyyah lainnya.

Melalui “JAZZ 7 LANGIT”, Kenduri Cinta malam itu penuh dengan kejutan-kejutan eksplorasi kebudayaan dalam gelombang spiritualitas yang luar biasa tinggi kekhusyukannya. Diawali dengan pembacaan ayat-ayat suci Al Qur’an, jamaah mengalir sangat deras dan segera memenuhi pelataran Taman Ismail Marzuki. Nuansa malam itu nampak sekali sangat berbeda dibandingkan dengan gelaran acara Kenduri Cinta di bulan-bulan sebelumnya. Bahkan tanpa diminta maju merapatkan barisanpun, jamaah sudah tanggap diri untuk duduk khusuk dalam barisan yang rapat dan padat. Mereka seakan sudah memposisikan diri dalam kesadaran bahwa jamaah khusus di malam itu akan membludak oleh daya tarik energi magnet spiritualitas kendurian yang akan dihadirkan.

J7L3Membelakangi deretan aneka perangkat gamelan Kiai Kanjeng yang sudah sedari siang hari di-setting menempati panggung utama, beberapa pemuka Kenduri Cinta menyampaikan prolog pembukanya. Pemaparan Bang Adi, Anjar, dan Bang Boim berkisar kepada keistimewaan angka tujuh. Kenapa Tuhan memperkenalkan konsep tujuh langit, hingga penggunaan mitologi angka tujuh yang bukan semata-mata menjadi miliki dunia timur, namun juga menjadi kekayaan dunia barat. Tidak hanya terhenti di langit yang tujuh, Al Qur’an juga diawali dengan Surat Al Fatihah (7 ayat), Muhammad Rasul ke-25 (2+5=7). Namun Qur’an juga menginformasikan 114 surat (1+1+4=6), jumlah surat keseluruhan 6666, dan surat terakhir An Nas (6 ayat). Kenapa kemudian banyak fenomena angka enam? Apakah memang tujuh merupakan sebuah pencapaian tingkatan kesempurnaan?

Sesi Tujuh Langit selanjutnya adalah penampilan Beben Jazz Band yang digawangi para muda berbakat luar biasa. Mereka dengan sangat energik membawakan beberapa naunsa jazz yang sangat menghanyutkan jamaah. Apa yang dimaksud dengan musik jazz, malam itu menjadi sangat abstrak untuk sekedar didiskusikan dan diperdebatkan karena sudah tersaji di pendengaran pemirsa dalam bentuk rangkaian nada dan irama jazz. Tidak perlu pakai kata-kata panjang lebar untuk menjelaskan, malam itu jazz langsung dinikmati, disimak, diresapi, dihayati, bahkan bersama-sama diamalkan dalam partsipasi pemirsa yang antusias bersautan untuk turut larut dalam pengembaraan yang sangat jazzy.

Sesi yang dirindu sekian lama oleh jamaah Kenduri Cinta segera hadir. Barisan punggawa Kiai Kanjeng segera menaiki panggung bersamaan dengan bait-bait terakhir prolog “JAZZ 7 LANGIT” tulisan Cak Nun yang dibacakan secara ekspresif dan super energik oleh Mas Wahyu. Personil Kiai Kanjeng malam itu sungguh komplit. Ada Mas Bobit di keyboard, Joko Kamto, Nevi Budiyanto, Giyanto di saron dan demung. Mas Bayu di bonang, Joko SP di lead guitar, Ari Blothong di violin, Yudi di bass, Mas Jijit menabuh drum. Adapun para vokalis dipimpin Mbak Via Kolopaking yang didampingi Islamiyanto, Zainul, Imam dan Dody Katamsi. Hanya Pak Is, sang peniup seruling bambu yang malam itu tidak nampak di atas panggung.

J7L4

Di awal penampilan, Kiai Kanjeng membawakan beberapa nomor lagu, seperti Kelahiran Matahari, Tembang Setan dan Gundul Pacul. Selanjutnya kolaborasi diawali dengan Inna Kamarie yang membawakan lagu Menungso (Man on the Land), dan beberapa nomer spontan yang turut melibatkan jamaah untuk berpartisipasi aktif turut bernyanyi. Suasana tambah hidup dan semarak oleh hadirnya Sang Danjucker, Dalang Sudjiwo Tedjo yang turut ekspresif dengan spontanitas lagunya, tiupan terompet peraknya, maupun sindiran pancingan isu dalam beberapa sesi pembicaraan.

Dalam sesi pendalaman diskusi, Cak Nun memberikan paparan panjang lebar mengenai pemaknaan jazz dalam judul “JAZZ 7 LANGIT”. Kenapa tujuh? Hendaknya jamaah tidak terjebak kepada dramatisasi angka tujuh. Bagi Allah semua hal ciptaanya adalah penting dan tidak ada yang sia-sia satupun. Baik satu, dua, enam, tujuh, sembilan, lima ratus tujuh puluh depalan, semuanya penting dalam konteks ruang dan waktunya masing-masing. Sesuatu asalkan diposisikan dalam ketepatan kedua parameter itu menjadi penting dan wajib kehadirannya. Ini adalah sebuah dialektikan Allah kepada manusia, sebuah relativitas sudut pandang sawang sinawang semata. Maka dalam hal ini Tuhan sebenarnya sedang mengajarkan manusia untuk mau berpikir, menggunakan akal dan pikiran sehatnya. Dari sanalah manusia akan menemukan hakikat Ketuhanan.

J7L5

Dalam sesi workshop juga dipaparkan Bang Beben mengenai asal-usul teori musik. Antara do-re-mi-fa-sol-la-si, interval nada, tangga nada, cord dan sebuah rangkaian lagu. Cord merupakan gabungan beberapa nada yang dibunyikan secara bersamaan. Cord ibarat kosa-kata dalam dunia kepenulisan. Semakin banyak seorang pemusik menguasai cord, maka musiknya akan tampil penuh warna, tidak monoton dan penuh ekspresi. Di sinilah kunci jazz! Sebuah lagu bintang kecil yang hanya terdiri tiga buah cord, oleh seorang pemusik jazz bisa dimainkan dengan pengembangan lebih dari sepuluh cord, sehingga terciptakan sebuah harmoni nada yang baru. Pembaruan, anti kemapanan, tidak kaku terhadap pakem dan disiplin rumusan tertentu adalah spirit jazz.

Malam itu juga terungkap mengenai asal-usul eksperimentasi Mas Nevi Budiyanto sehingga terlahirlah sebuah perangkat gamelan Kiai Kanjeng. Gamelan ini sesungguhnya bukanlah gamelan Jawa. Kiai Kanjeng adalah sebuah penggabungan nada doremisasi dengan pelog-slendro, antara tangga nada pentatonik dan diatonik. Dengan demikian gamelan ini memiliki kemungkinan jangkauan ekspresi berbagai aliran musik di seluruh dunia secara lebih luas. Ia adalah penggabungan antara budaya timur dan barat. Kiai Kanjeng bergerak di dalam atmosfir eksperimentasi budaya.

J7L7

Mengenai tujuh nada dalam musik, beberapa aliran musik jazz, malam itu juga dikupas dengan mempersandingkannya dengan tujuh macam lagu dalam ilmu pembacaan Al Qur’an.

Malam itu, Kenduri Cinta benar-benar mengantarkan semua jamaah yang hadir untuk mengembarai satu per satu lapisan saf langit yang dipenuhi dengan taburan ilmu dan mutiara-mutiara hikmah yang sangat luar biasa. “JAZZ 7 LANGIT” seolah menjadi pemadu dua genre musik yang sesungguhnya memiliki akar filosofis yang sama. Dalam nuansa yang sangat jazzy, justru jamaah menikmati khusuknya keindahan tingkat tinggi yang membawa suasana hati untuk lebih mengagumi musik sebagai karunia keindahan dari Yang Maha Indah. Tak terasa, waktu tiba pada batas akhir acara yang ditutup dengan doa oleh Ustadz Noor Somad Khamba tepat pukul 03.40 WIB.

Ngisor Blimbing, 13 April 2013


Satu tanggapan untuk “Jazz, Tidak Hanya Sebatas Soal Musik”

  1. Kenapa doremifasollasi? Kenapa ‘qiraah-sab’ah’? Kenapa satuan tujuh dijadikan patokan hampir semua kejadian-kejadian besar dalam sejarah? Kenapa 3,5 abad bersama VOC dan 3,5 tahun bersama Nippon? Kenapa tujuh saja, jangan sampai 5 jangan pula berlebihan hingga 10? Tak perlu 8-9 amat, meskipun kalau bisa jangan sampai 5-6. Tujuh adalah presisi nuansa kebersahajaan. Sebagaimana Jazz menyederhanakan peta keindahan yang sebelumnya dianggap mewah. Sebagaimana Jazz mencairkan, meng-udara-kan, meng-gelombang-kan padatan-padatan bunyi.