.id dan ABFI 2013


Judul di atas nampaknya sudah sangat biasa jika dibaca dot-ai-di. Sengaja saya ingin menuliskan sebuah catatan dari kegiatan ASEAN Blogger Festival Indonesia (ABFI 2013) kemarin di Solo mengenai .id ini. Tetapi mohon maaf jika yang saya tuliskan nanti berbeda dengan perkiraan sampeyan, para pembaca yang budiman. Kita, sebagai para onliner, mungkin mengenal .id adalah sebuah singkatan pengenal untuk alamat domain Indonesia. Namun .id yang ini jelas berbeda dengan .id yang itu. Namun demikian .id yang saya maksudkan masih sangat terkait dengan ABFI 2013, Solo, dan tentu saja dengan tema Reinventing the Spirite of Cultural Heritage in Southeast Asia. Paling tidak menurut sudat pandang saya.  Penasaran?

Dari tema ABFI 2013 yang ingin menggali dan menemukan kembali akar budaya bangsa Asia Tenggara, pemilihan kota Solo sebagai ajang kumpul para blogger se-ASEAN tersebut tentu saja dikaitkan dengan keberadaan Solo sebagai salah satu ibukota kebudayaan Jawa, di samping Jogjakarta. Solo, the Spirit of Java.

Salah satu seni tradisi yang kini masih mengakar sangat kuat di kalangan masyarakat Solo, maupun Jawa pada umumnya adalah seni campursari. Campursari merupakan perpaduan antara gendhing jawa dengan musik keroncong. Jika Jogja memiliki Pakdhe Manthous dengan CSGK dari Gunung Kidul, salah satu maestro dari Solo yang tidak bisa ditinggalkan dalam perkembangan percampursarian adalah Didi Kempot.

Didi Kempot mewarisi darah seninya langsung dari sang Bapak, seorang pelawak sekaligus pemain kethoprak dan dikenal sebagai Ranto Edi Gudel. Diantara keturunan mBah Ranto yang terjun malang melintang di seni lawak adalah Mamik Prakosa yang turut bergabung di kelompok Sri Mulat. Dua kakak beradik ini meskipun hasil didikan dari seorang yaah yang sama, namun perkembangan mereka ternyata menemukan jalan seninya masing-masing. Mamik jelas telah tenar sebagai pelawak, sedangkan Didi menjadi penyanyi campursari maupun keroncong.

Bersama Mas DidiDidi Kempot sebenarnya relatif masih berusia setengah baya. Kata “kempot” yang melekat sebagai nama tenarnya bukan berarti peot, atau lebih spesifik pipi peot. Kata kempot yang disandangnya tersebut merupakan akronim dari kelompok musik pengamen yang telah membesarkannya. Kempot oleh Didi Kempot diartikan sebagai Kelompok Musik Trotoar. Hal ini tidak terlepas dari perjalanan awal karir Didi Kempot yang menjadi penyanyi jalanan atau pengamen di pinggir trotoar.

Tidak puas dengan karir pengamen di Solo, Didi nekad merantau ke kota Metropolitan Jakarta. Dengan modal gitar dan ukelele, ia dan beberapa sahabatnya sering mengamen di kawasan Slipi, Jakarta Barat. Kenangan masa lalu di jalanan Slipi masih sering dikenang oleh Didi apabila kebetulan sedang berada di Jakarta. Maka jangan heran jika ia lebih sering menginap di Hotel Ibis Slipi ketika berada di ibukota.

Nama Didi Kempot mulai nggendera alias berkibar pada dekade tahun 2000-an tatkala meluncur beberapa nomor hits, seperti Stasiun Balapan dan Sewu Kutho. Selepas itu, secara gencar terlahirlah puluhan bahkan mungkin ribuan lagu campursari yang menjadi kelangenan masyarakat, mulai para petani di karang pedesaan, para pelajar di sekolah-sekolah, para mahasiswa di kampus-kampus, para bakul dan pedagang di pasar-pasar dan kaki lima, para birokrat di kantor-kantor, hingga para pejabat. Diantara judul lagu yang saya lamat-lamat hapal syairnya, diantaranya Layang Kangen, Ketaman Asmara, Tanjung Mas Ninggal Janji, Kusumaning Ati, Bapak, Penyiar Radio, Kembang Lambe, Kothekan Lesung, Malioboro, Teles Kebes, Nunut Ngiyup, Kopi Lampung, Terkintil-kintil, Klengkeng Mbandungan, Den Bei, Lingso Tresno, ataupun Parangtritis.

Tidak saja lagu-lagu bertemakan cinta maupun kemanusiaan, Didi Kempot juga pernah meluncurkan album bertemakan religi dengan sampul album berjudul Sholawat Didi Kempot. Diantara nomor hits dalam album tersebut adalah Tulisan Tangan, Assalamu’alaikum, Sholat Jum’at, Lir-ilir, Eling-eling Menungso, maupun Islam KTP.

Tidak hanya tersebar melalui kaset maupun compact disk, lagu-lagu Didi Kempot lebih membahana di udara lewat pemutarannya di berbagai stasiun radio. Salah satu radio yang memiliki program pemutaran lagu-lagu campursari-nya Didi Kempot adalah Radio Pop FM Jogja. Radio yang berbasis full musik dangdut tersebut memiliki program acara .id alias Didi Kempot Idolaku. Acara inilah yang sempat menjadi acara kelangenan dan kegemaran saya di kala masih menetap di Tepi Merapi. Kini, saya lebih sering menikmati lagu-lagu sentimentil Mas Didi Kempot melalui MP3 player.

Lalu apa hubungan antara Didi Kempot dengan ABFI 2013? Percaya atau tidak, meskipun hanya sakedheping mata alias dalam rentang waktu yang teramat singkat, Didi Kempot sempat nongol diantara beberapa sahabat blogger.  Jelas bukan sebuah kesengajaan, apalagi diagendakan, Didi Kempot kebetulan berada di Hotel Sahid Jaya dimana sebagian peserta ABFI 2013 menginap.

Pada malam pertama, selepas acara Gala Dinner di Laji Gandrung sebagai ungkapan selamat datang dari Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo beserta jajarannya, sekembalinya di hotel saya dan beberapa sahabat blogger sengaja duduk leyeh-leyeh sejenak di loby hotel. Tanpa sengaja, di tengah keasyikan obrolan kami, tiba-tiba muncul sesosok lelaki setengah tambun dengan rambut dikuncir di bagian belakang. Dengan spontan saya berteriak, Mas Didi’. Kontan beberapa teman turut menengok. Akhirnya atas seizin Mas Didi Kempot, kami antri berfoto ria satu per satu.

Saya rasa seirama dengan tema Reinventing the Spirite of Cultural Heritage in Southeast Asia, sosok Didi Kempot bisa menjadi ikon simbol penemuan kawula muda Indonesia untuk kembali menggeluti seni tradisi dan secara lebih luas turut melestarikan warisan budaya dari nenek moyang yang adi luhung. ABFI 2013 yang didukung penuh oleh Kementerian Luar Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kemneterian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Pemerintah Kota Solo dengan dukungan Telkomsel Indonesia sebagai salah satu media partner dapat menjadi tonggak untuk menemukan kembali jati diri bangsa agar bisa merdeka secara politik dan mandiri secara ekonomi guna mewujudkan kesejahteraan rakyat secara adil dan makmur. Negara yang tata titi tentrem kerta raharja sebagaimana idaman semua anak bangsa.

Ngisor Blimbing, 14 Mei 2013

Foto Didi Kempot pertama diambil dari sini.


2 tanggapan untuk “.id dan ABFI 2013”

  1. “..layangmu tak tompo wingi kuwi, wis tak woco apa karepe atimu, trenyuh ati iki moco tulisanmu, ra kroso iluh netes neng pipiku…. cah ayu enten nono tekaku…” alunan lagu berbahasa jawa yang disiarkan dari stasiun radio di Suriname ini begitu menyentuh, mengingatkan saya akan kekasih hati saya yang jauh di sana, anak dan istri saya tentunya.