Halal Bi Halal


SYAWALAN BALA TIDAR

Beji2Sehabis sebulan penuh menunaikan ibadah Ramadhan, tibalah saatnya beridul fitri. Menurut beberapa Mbah Kiai, iedhul berarti kembali. Sedangkan fitri bermakna suci. Dengan demikian Idul Fitri dapat dimaknai sebagai kembali kepada kesucian. Ini sangat mudah dipahami karena memang selama hampir selama sebulan penuh umat muslim digembleng melalui berbagai ibadah untuk mensucikan diri di bulan Ramadhan yang suci.

Selepas pensucian diri terhadap dosa-dosa personal yang terkait secara langsung vertikal kepada Tuhan, ummat Islampun dituntut untuk mensucikan diri dari dosa dan kesalahan terhadap orang lain. Inilah yang kemudian secara budaya dan sosiologis oleh bangsa kita dimaknai dengan halal bi halal. Saling memaafkan segala kesalahan dan kekhilafan diantara sesama manusia.

Naluri kembali kepada kesucian itu pulalah yang barangkali berkembang menjadi adat mudik di setiap kesempatan lebaran. Berbondong-bondong masyarakat kota-kota besar, tua-muda, laki-perempuan, besar-kecil, kaya-miskin, memadati setiap sudut jalan untuk berpulang ke kampung halamannya masing-masing. Sejauh bangau terbang, akhirnya kembali juga ke pelimbahannya. Sejauh orang merantau, akhirnya mereka merindukan kembali kenangan indah akan tanah kelahiran dimana handai dan taulannya berada.

Mudik boleh jadi merupakan pemaknaan ngelmu sangkan paraning dumadi. Darimana manusia berasal, kemana ia berperjalanan merantau, dan dimana pula ia akan kembali. Setiap perjalanan hidup manusia hakekatnya adalah suatu perjalanan mentowafi kehidupan. Sebuah rangkaian perjalanan siklikal yang membentuk suatu kurva tertutup. Mudik menjadi sarana untuk meneguhkan kembali nilai-nilai suci yang terkadang sudah tercampakkan dari gebyar dunia modern yang semakin mengkota.

Masyarakat urban yang semula berasal dari pucuk gunung  dan ngarai sungai, pada kesempatan mudik kembali merevitalisasikan dirinya dengan tanah asal usul leluhurnya. Bagaimanapun jauh perjalanan seseorang, ia tiada akan pernah bisa lepas secara emosional dengan kampung halaman. Mudik adalah iedhul, kembali meneguhkan nilai suci, norma, dan butiran kearifan lokal yang semakin tergerus perubahan jaman. Sifat kejujuran, kesederhanaan, kepolosan, keluguan, andhap asor, lembah manah dan lainnya adalah sebagian nilai yang ingin diresapi kembali dalam suasana Idul Fitri.

Adalah sesuai dengan visi paguyuban Pendekar Tidar untuk melebarkan paseduluran tanpa batas, maka keberadaan bulan Syawal dengan tradisi ujung, badan, sungkeman, dan halal bi halalnya sangat sesuai untuk peneguhan kembali rasa persaudaraan. Merupakan sifat manusia yang tidak bisa lepas dari rasa khilaf dan lupa, maka sangat pantas bila dalam kesempatan bulan baik ini kita sejenak merendahkan hati untuk saling bermaaf-maafan, minal aidin wal faizin.

Atas prakarsa dari sedulur Emi, satu-satunya blogger Temanggung yang ‘berbaiat’ untuk setia menjadi Bala Tidar, diadakanlah acara Halal Bi Halal Pendekar Tidar. Acara sengaja digelar di Bhumi Pala Temanggung, sebagai satu wilayah yang tidak terpisahkan dari bumi Kedu dimana para Pendekar Tidar dilahirkan.

Ikhsan

Dengan menunggang ‘kuda besi’, lebih dari satu bergada Bala Tidar meluncur dari halaman Masjid Agung di sisi barat Alun-alun Magelang. Dengan dipandegani Pangkopdar Nahdhi, para Bala Tidar seperti Dudung “Permadi”, Eko “Ardyone”, Mas Oglek “Aries”, Ariev “Tegalrejo” mengambil langkah tegap maju jalan. Di Secang bergabung Made Kukuh dan Prama “Yudha”. Sedangkan Pangarso Blogger Mukhlisin dan Den2 sudah terlebih dahulu mencapai TKP.

Rasa haru dan bahagia penuh semangat pengelanaan sangat mewarnai keberangkatan kami. Terlebih dalam kesempatan indah tersebut, kami dilepas oleh salah seorang sesepuh penggagas paguyuban, Bala Tidar senior Kang Ikhsanudin. Beliau sengaja mengkhususkan diri untuk menyapa para wirablogger, meskipun beberapa saat kemudian sudah harus meninggalkan kota tercinta untuk kembali berkelana luru pangupo jiwo di bumi Sukabumi. Matur nuwun Kang Ikhsan!

Acara hala bi halal berlangsung dengan penuh khitmad, terlebih atas siraman rohani yang diberikan oleh Kanjeng Bopo Sohibul Bait. Meskipun pada awalnya acara berlangsung sedikit formal, penuh unggah-ungguh dan tata krama, namun akhirnya acara dapat mbanyu mili dengan diskusi-diskusi yang hangat semanak berkaitan dengan agenda-agenda kegiatan yang pernah digulirkan.

Selepas kembul bojono menikmatai sajian khas lontong opor, hadirin berkesempatan melakukan anjangsana ke rumah tempat penggrebekan Densus 88 di Dusun Beji yang kebetulan tinggal jalan kaki sepuluh menit. Kesan kami pada saat menyaksikan keadaan rumah yang sudah direnovasi adalah bahwa kalangan media terlalu mendramatisir peristiwa pegrebekan teroris beberapa bulan lalu. Bagi para wirablogger, berita yang dikabarkan terlalu hoaks!!!

Ndalem Peniten, 26 September 2009


2 tanggapan untuk “Halal Bi Halal”