Garuda Sakti


REVOLUSI PARA RAJAWALI

Dikisahkan di usianya yang ke 40, sang rajawali terbang tinggi mengembara sampai ke daerah yang sangat jauh di ujung dunia. Ia sudah bertekad life begins at 40’s, sebagaimana para pujangga Jawa telah merumuskannya. Dicarinya di ujung dunia tersebut tanah luas terbentang yang paling tandus dan kering.  Pada padang tandus nan kering itu dipilihnya dengan ketajaman sinar mata yang melebihi ketajaman pedang setan, sebuah batu karang yang paling keras di puncak bukit.

Dengan penuh kesungguhan hati dan dengan mengerahkan segala potensi energi fisiknya, sang rajawali mencakar batu karang dengan genggaman cakar mautnya. Dengan kesungguhan rasa pasrah kepada Tuhan, ia patuk karang keras itu dengan paruh perkasanya sekeras-kerasnya, sekuat-kuatnya! Saking kerasnya batu karang yang telah menjalani pengendapan evolusioner selama jutaan tahun, cakar dan paruh sang rajawali terluka dan berdarah-darah. Tanpa putus asa, ditancapkannya cakar lukanya ke batu karang yang hanya diam tak bergeming dari sikap kerasnya. Demikian halnya patuk yang telah terluka dan berdarah terus digunakan sang rajawali untuk mematuk si batu karang. Sang rajawali seakan tak mau kalah oleh kelemahan semangat dan rasa putus asa. Baginya ia akan terus berikhtiar menggembleng diri dengan seberat-beratnya penderitaan untuk mendapatkan pribadi yang kuat dan tangguh guna mengemban misi Tuhan yang dititahkan atas dirinya.

Hari berganti hari, berganti bulan dan tahun, sang rajawali terus melakukan ritual gilanya. Bagi sang rajawali perbuatannya adalah satu bakti kepada Tuhan, lelaku dan tirakat pertapa sejati untuk menggapai kesejatian diri. Akhirnya paruh perkasa dan cakar tajam nan perkasa itu patah dan copot. Namun sang rajawali tidak peduli! Ia terus berlelaku untuk meruntuhkan hati Tuhan sebagaimana ia meruntuhkan batu karang yang sangat keras itu. Dalam lakunya sang rajawali lebih menomor-satukan pemaknaan atas dirinya sendiri untuk lebih percaya diri dan berserah diri sepenuh hati atas kemahakuasaan Tuhan. Tiada kekuasaan dan keperkasaan melebihi Tuhan, tiada Tuhan selain Allah. Itulah puncak perjalanan spiritualistik sang rajawali.

Akhirnya atas kemurahan dan anugerah Illahi, pada bekas cakar dan paruh sang rajawali yang rompal tumbuhlah kuku cakar dan paruh baru yang lain daripada sebelumnya. Pelan namun pasti, cakar dan paruh itu tumbuh kian pesat dan lebih kuat daripada cakar dan paruhnya yang lama. Cakar dan paruh yang lebih kuat, kokoh, tangguh, tajam dan perkasa itulah yang kemudian mewinisuda sang rajawali menjadi pribadi baru dengan kegagahan dan elan baru menjadi sang garuda perkasa!

Garuda yang maujud dari proses lelaku tirakat sang rajawali tentu saja bukan Garuda Pancasila kita. Garuda Pancasila yang kita kenal sangat terbatas dan terkungkung dalam pemaknaan simbol. Bulu sayapnya harus tujuh belas, bulu ekor delapan, dan bulu lehernya empat puluh lima!

Sekali-kali marilah kita bayangkan  Hiroshima dan Nagasaki dibom atom pada akhir Desember dan negeri kita merdeka pada tanggal 1 Januari! Mau seperti apa wujud garuda kita itu! Maka garuda yang berasal dari evolusi pengendapan spiritualistik adalah garuda sejati yang sejati-jatinya. Dialah sang perkasa yang akan menggenggam jaman dan menegakkan sejarah peradaban manusia di bawah bimbingan Tuhan Yang Maha Esa.

Inilah satu nilai bagi manusia Indonesia yang telah ditakdirkan menjadi bangsa besar namun ternyata bermental atau dimentalkan oleh industri kapitalisme menjadi bangsa kerdil yang penuh dengan ketidakpercaya-dirian yang sungguh luar biasa. Negara para sang rajawali yang tengah di-emprit-kan oleh konstelasi jaman. Jadikanlah segala tantangan dan kesulitan hidup sebagai energi positif untuk menggembleng diri, menjalani lelaku tapa agar terbentuk pribadi kuat, tangguh dan penuh percaya diri, untuk memerankan posisi strategis dalam menegakkan peradaban manusia di seantero dunia.


4 tanggapan untuk “Garuda Sakti”

  1. seandainya garuda pancasila bisa menangis, mungkin kita semua sudah tenggelam ke dalam banjir air matanya. sungguh sedih menyaksikan bangsa yang besar ini harus menjadi kerdil akibat tak tahan godaan dari iming2 bendera kapitalisme.