Batuk Merapi Kambuh Lagi


Beberapa hari berlaku memang sedang mengalami suntuk karena batuk. Sepekan bahkan lebih, kombinasi batuk, flu dan pilek benar-benar membuat sekujur tubuh sangat tidak nyaman. Karena alasan itupula beberapa agenda kegiatan dan pertemuan dengan menjadi urung untuk diikuti, bahkan termasuk kembul andrawina di Kenduri Cinta yang setiap menjelang tengah bulan di gelar di Pelataran Taman Ismail Marzuki yang mengusung tema menarik Syarat Rukun Bencana.

Menjelang akhir tahun ini, perkembangan cuaca di sekitar kita memang menampakkan tanda-tanda gejala ekstrim yang sangat berbeda dengan hari-hari biasanya. Cuaca cenderung tidak stabil dan cepat berubah-udah dengan fluktuasi yang besar. Kadang sangat panas ngenthang-ngenthang, tiba-tiba mendung, lalu hujanpun mengguyur langit bumi dengan amat derasnya. Hawa udarapun begitu cepat berubah antara dingin dan panas dengan perbedaan suhu yang sangat tajam. Kondisi-kondisi ini seolah menjadi penyebab mewabahnya beberapa penyakit pancaroba dan juga bencana dunia.

Fenomena cuaca ekstrim di seputaran utara Khatulistiwa bahkan telah menimbulkan bibit badai Haiyan yang terus membesar dan bergerak ke arah barat laut. Mulai-mulai fenomena itu hanya terjadi karena adanya pusaran arah angin yang terbelokkan oleh pengaruh rotasi bola bumi pada porosnya. Akibat adanya perbedaan gradien tekanan yang sangat besar dengan daerah di sekitarnya, maka terjadilah pusaran yang semakin lama semakin membesar. Bibit angin yang tumbuh membesar, jadilah ia kemudian menjadi badai topan yang maha dahsyat kekuatannya.

Bayangkan badai Haiyan yang memiliki kecepatan lebih dari 200 km/jam jika kemudian menerjang rumah, sawah,ladang, bukit, gunung bahkan lembah-lembah, tentu saja segala hal yang ditabrak akan bubar jalan dan bosah-baseh alias berserakan tidak karuan. Lebih ekstrim lagi, badai tersebut juga membawa massa air dari tengah lautan. Hal ini kemudian menimbulkan terjadinya efek terjangan pusaran badai yang disertai dengan air bah, sangat mirip dengan kejadian tsunami. Itulah tragedi Badai Haiyan yang kini menimpa sesama saudara kita di negeri Philipina.

Bukan saja bencana Badai Haiyan di Philipina yang terus menjadi buah bibir dan ulasan berita di berbadai media massa, di tanah air sendiri juga dilanda bencana letusan Gunung Sinabung di Sumatera Utara yang belum usai. Ada pula bencana banjir dan tanah longsor di beberapa daerah seiring meningkatnya curah hujan. Bencana seolah tiada pernah mengenal waktu dan musim. Tidak di musim kemarau ataupun hujan, bencana seolah semakin menjadi karib kita dalam menjalani kehidupan.

Belum usai dan tuntas, keramaikan media massa dengan berbagai bencana alam, pagi di awal pekan ini media juga riuh mengabarkan letusan Gunung Merapi. Ketinggian awan dikisahkan mencapai 2.000 meter dengan mengeluarkan awan panas atau wedhus gembel, serta menimbulkan efek hujan abu yang cukup deras. Arah angin pada pagi saat fajar tatkala terjadi letusan kebetulan mengarah ke sisi timur lereng Merapi. Maka kawasan Boyolali, Surakarta, Karanganyar, bahkan Sragen turut menikmati hujan abu di pagi hari Senin ini.

Bagi saya pribadi yang semenjak lahir, kecil dan besar sempat menjadi karib sang Gunung Merapi, sudah terlampau biasa mendengar, bahkan merasakan kejadian erupsi Merapi, termasuk kejadian erupsi mahadahsyat yang terjadi November 2010 yang lalu. Maka sayapun kemudian cukup lega dan tenang tatkala penjelasan dari Pusat Vulkanologi menyatakan bahwa status Merapi tetap siaga normal. Dengan demikian tentunya warga sedulur kami di seputaran lingkaran Gunung Merapi tidak perlu khawatir terlebih ketar-ketir untuk mengungsi. Dengan status tersebut, masyarakat harus tetap tenang dan dapat melaksanakan aktivitas keseharian seperti biasanya. Namun demikian, kehati-hatian dan kewaspadaan tetap tidak boleh ditinggalkan.

Alam adalah guru yang terkembang. Alam memberikan pelajaran dan pengetahuan yang sangat berharga bagi semua ummat manusia. Kejadian dan fenomena alam yang ekstrim, bahkan terkadang menampakkan gejala bencana alam harus disikapi manusia dengan arif dan bijaksana. Bahwa bencana alam sudah harus disikapi sebagai satu kesatuan yang melengkapi kehidupan manusia. Bencana alam dan manusia seolah hadir menjadi pelengkap satu sama lain di dunia ini. Manusia harus jeli mengenali setiap fenomena alam yang terjadi. Dengan demikian menusia tidak akan pernah lengah dan kehilangan kewaspadaan bila sewaktu-waktu bencana alam menghampiri. Kesadaran dan pengetahuan mengenai mitigasi kebencana-alaman selanjutnya menjadi mutlak untuk disosialisasikan dan ditanamkan ke tengah-tengah masyarakat luas karena tokh kita memang tinggal di wilayah yang rentan terhadap segala risiko dan ancaman bencana alam.

Peningkatan aktivitas Merapi kali inipun semoga hanyalah sekedar sebuah proses dalam rangka meminimalisir dan menjaga keseimbangan tekanan-tekanan dan desakan magma dari dalam perut bumi. Merapi dengan letupan-letupan kecilnya justru semakin menebar abu vulkaniknya yang selanjutnya akan menyebar menjadi pupuk penyubur setiap jengkal tanah yang dihinggapinya. Hamparan tanaman padi dan sayuran di sawah ladang petani pastinya akan semakin ijo royo-royo di pertengahan musim penghujan yang kaya dengan cadangan air ini. Begitu pula tanaman perkebunan semacam salak pondoh dan aneka ragam tanaman buah-buahan akan semakin rimbun dengan bunga-bunga, bakal buah dan ranumnya hasil penenan yang berlimpah ruah.

Demikian halnya dengan endapan lava dan magma yang keluar akan berproses menjadi debu, pasir, krikil, krakal, brangkal dan bebatuan yang senantiasa akan menjadi sumber penghidupan dan kemanfaatan bagi warga masyarakat di seputaran Gunung Merapi. Merapi adalah sahabat sekaligus berkah kehidupan bagi masyarakat di seputarnya.

Merapi sekedar sedang batuk-batuk untuk terus menebarkan kebergunaan bagi segenap makhluk Tuhan Seru Sekalian Alam yang lainnya. Dengan demikian, tiada hal daya dan upaya yang dapat diperbuat anak manusia, kecuali senantiasa berdoa memanjatkan permohonan perlindungan ke hadirat-Nya. Merapi akan tetap terus menjadi lautan misteri yang entah sampai kapan dapat diungkap dan dipahami oleh manusia.

Ngisor Blimbing, 18 November 2013

Foto dipinjam dari sini dan sini.


2 tanggapan untuk “Batuk Merapi Kambuh Lagi”