Rencana Pengembangan Museum Diponegara Magelang


Diponegara1

Siapa yang tidak mengenal sosok Pangeran Diponegara? Semenjak di bangku sekolah dasar, kita tentu sudah sangat mengenal sepak terjang kepahlawanan Beliau dalam melawan kesewenang-wenangan pasukan Kompeni Belanda. Perlawanan Diponegara yang dikenal sebagai Perang Jawa (1825-1830) merupakan perang perlawanan terhebat yang pernah dilakukan anak bangsa kita hingga mampu menguras dana serta sumber daya Kompeni. Singkat cerita, Kompeni mengalami kebangkrutan. Kebangkrutan inilah yang mendorong diberlakukannya kebijakan tanam paksa oleh Gubernur Jenderal Van den Bosh pada 1830.

Alangkah sangat pentingnya menanamkan sikap, spririt, dan semangat patriotisme maupun nasionalisme kepahlawanan sebagaimana telah dicontohkan oleh Pangeran Diponegara dalam Perang Jawa tersebut. Bagaimana upaya pengenalan maupun pewarisan nilai kejuangan Diponegara kepada generasi remaja dan pemuda di tengah terjangan jaman globalisasi dewasa ini?

Eks Karesidenan Kedu

Banyak hal sebenarnya telah diupayakan. Diantaranya melalui pendokumentasian bukti sejarah hingga penyusunan buku sejarah dan pemuatannya dalam kurikulum pendidikan siswa dari tingkat sekolah dasar hingga tingkat menengah atas. Di samping itu telah banyak pula dibangun berbagai patung, monumen, hingga museum yang menceritakan perjuangan Pangeran Diponegara. Salah satu museum dimaksud adalah Museum Diponegara yang terletak di Kompleks Eks Karesidenan Kedu yang kini difungsikan sebagai Kantor Bakorwil II wilayah Kedu dan Surakarta.

Diponegoro Penangkapan Diponegoro

Kenapa Museum Diponegara hadir di Kota Magelang? Sebagaimana catatan sejarah telah banyak ditorehkan, dari titik awal perlawanan Diponegara di Ndalem Tegalrejo, pertempuran demi pertempuran dilakukan secara gerilya hingga wilayah Selarong dan kemudian di sepanjang perbukitan Menoreh hingga di wilayah Karesidenan Kedu. Atas siasat licik Jenderal de Kock, Pangeran Diponegara berhasil dibujuk untuk berunding di Kantor Residen Kedu. Justru sikap Diponegara yang secara ksatria memenuhi itikad damai untuk berunding dikhianati oleh Kompeni dengan penangkapannya. Maka secara taktis berakhirlah perlawanan Diponegara.

Museum Diponegoro1 Museum Diponegoro

Keberadaan Museum Diponegara yang ada di Karesidenan, demikian masyarakat Magelang secara luas mengenal Kantor Bakorwil II ini, sebenarnya masih sangat minim untuk bisa disebut sebagai sebuah museum yang secara komprehensif dapat melukiskan perjalanan hidup maupun kepahlawanan Diponegara. Yang disebut sebagai Museum Diponegara “hanyalah” sebuah ruangan kecil yang di dalamnya terdapat duplikat lukisan diorama penangkapan Diponegara karya Raden Saleh, jubah kebesaran sang pangeran, serta perangkat meja kursi perundingan. Di salah satu tangan kursi yang dulunya dipergunakan untuk duduknya Diponegara, terdapat goresan bekas tancapan kuku beliau yang menahan kemarahan sangat dalam kepada pengkhianatan Kompeni yang menangkapnya tanpa senjata dan tanpa perlawanan.

Nah terdorong oleh kebutuhan dan kewajiban untuk menanamkan kembali nilai-nilai kepahlawanan Diponegara kepada generasi penerus bangsa, Kantor Bakorwil II Kedu-Surakarta menggagas revitalisasi dan pengembangan Museum Diponegara. Apa yang nantinya akan dilakukan?

RembugDiponegaraDalam acara Remboeg Sedjarah yang diselenggarakan oleh Komoenitas Magelang Kota Toea bersamaan dengan Pameran Tempo Doeloe 2013, Pak Dodi selaku Pejabat Pelaksana Teknis di Kantor Bakorwil II Kedu-Surakarta menguraikan perencanaan pengembangan Museum Diponegara. Beberapa bangunan baru yang akan dibangun diantaranya replika tempat penahanan Diponegara di Benteng Rotterdam, serta makamnya di Makassar. Di samping itu, museum juga akan difungsikan sebagai fasilitas ruang terbuka untuk publik dengan dibangunnya pendopo yang difungsikan untuk pementasan kesenian, hasil kerajinan, hingga pameran dan jualan aneka macam kuliner khas dari 13 kabupaten/kota di wilayah Bakorwil II.

Perihal replika tempat penahanan dan makam, panitia pembangunan telah melakukan studi dan survey langsung ke Makassar. Bahkan untuk mematangkan perencanaan pernah digelar seminar khusus pada 2012 yang lalu dengan menghadirkan berbagai unsur terkait, meliputi sejarawan, akademisi, balai purbakala, ahli arsitektur, tokoh masyarakat, dan dinas/instansi terkait. Beberapa hal yang diungkap dan telah menjadi acuan dalam pengembangan Museum Diponegara, diantaranya keberadaan bangunan di Kompleks Eks Karesidenan Kedu yang telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya, sehingga semua arsitektur bangunan tambahan, termasuk replika yang akan dibangun tidak menyimpang dengan bangunan induknya. Kemudian terkait dengan keberadaan replika makam, harus dipastikan nantinya tidak dijadikan tempat peziarahan, bahkan berlanjut menjadi tempat pemujaan yang mengundang kesyirikan.

UGM Magelang Residen3

Dari peta rencana induk pengembangan Museum Diponegara, bangunan replika tempat penahanan dan makam Diponegara akan ditempatkan di sisi barat daya, tepatnya di area bekas bangunan UGM Cabang Magelang. Adapun sisi depan, di belakang pos penjagaan saat ini, akan dibangun pendopo terbuka sebagai area publik. Selanjutnya sisi tenggara kompleks akan dilengkapi dengan aneka pepohonan dan beragam tanaman keras yang sekaligus difungsikan sebagai hutan kota. Dengan demikian diharapkan Kompleks Eks Karesidenan Kedu tersebut akan menjadi lebih teduh, rindang, dan segar seperti Kebun Raya Bogor.

RembugDiponegara3 RembugDiponegara2

Dengan upaya pengembangan area Museum Diponegara tersebut diharapkan minat pengunjung untuk mengenal dan mempelajari sekaligus meneladani spirit kepahlawanan Pangeran Diponegara dapat lebih meningkat. Di samping itu dengan adanya fasilitas pengembangan kreativitas dan ekonomi akan berdampak kepada pengembangan kesejahteraan masyarakat sekitar. Oleh karena itu Kantor Bakorwil II telah menggandeng beberapa media massa, cetak maupun elektronik, dinas pariwisata, dinas pendidikan, termasuk dunia usaha seperti perusahaan travel dan jasa wisata, serta PHRI untuk turut memperluas promosi keberadaan Museum Diponegara.

Sebuah rencana yang bagus tentu saja harus dikawal pelaksanaannya agar tidak terjadi penyimpangan dari rencana yang telah disiapkan. Adalah tugas semua lapisan masyarakat untuk turut memberikan masukan dan mengkritisi pihak pelaksana program. Dengan demikian, sarana diskusi dan penyaluran aspirasi publik juga perlu dibuka secara luas. Monggo sedoyo!

Lor Kedhaton, 29 April 2013