Refleksi Tradisi Lebaran: Dari Ujung Hingga Ujung


Ujung merupakan istilah yang sangat lekat dengan Idul Fitri atau Lebaran. Ujung merupakan istilah yang memiliki makna saling berkunjung untuk menyambung tali silaturahim dan utamanya adalah untuk saling meminta maaf. Dalam aktivitas ujung, saudara yang lebih muda berkunjung ke kediaman saudara yang lebih tua. Para cucu sowan kepada simbah, simbah buyut dan seterusnya. Demikian halnya para ponakan sowan kepada Pak Lik dan Bu Liknya. Para prunan sowan kepada Pakdhe dan Budhenya.

Tradisi ujung tidak dibatasi hanya terhadap saudara yang tersangkut hubungan darah. Ujung juga dilakukan terhadap pihak yang dituakan, seperti kepada para guru, kyai, lurah, tokoh masyarakat, camat, dan sebagainya. Apabila selama sebulan penuh ummat Islam intensif menjalankan ibadah hablum minallah, maka kesempatan Lebaran dipergunakan sebaik-baiknya untuk salaing bermaafan kepada sesama manusia dan lebih utamanya memelihara hubungan sosial kemasyarakatan, hablum minannas.

Ujung di hari pertama biasanya diawali dengan memohon maaf dan doa kepada orang tua terdekat, utamanya tentu saja yang satu rumah. Selepas itu barulah kita ujung ke tempat kakek-nenek, khususnya yang masih satu lingkungan dengan tempat tinggal kita. Setelah mengutamakan saudara sedarah di sekitar, barulah kita berkunjung kepada seluruh tetangga yang ada salam satu dusun atau kampung. Ujung selalu diawali dari lingkungan lingkaran keluarga inti kemudian meluas ke sanak kerabat yang tinggal semakin meluas dan jauh.

Idul Fitri 1438 H kali ini bertepatan dengan 26 Juni 2017. Pada hari pertama Lebaran, selepas saling memaafkan diantara keluarga inti kami, kamipun berkeliling mengunjungi saudara sedusun. Sesama warga satu dusun kami senantiasa menganggapnya sebagai saudara, meskipun terkadang sama sekali tidak memiliki hubungan darah. Maka terhadap sesama tetangga kami selalu menyebutnya sebagai Mas, Mbak, Kang, Yu, Lik, Pakdhe, Mbokdhe, Siwa, Simbah, dan sebagainya yang merujuk kepada silsilah hubungan darah. Bukankah kita juga diajarkan bahwasanya sesama muslim juga saudara kita.

Di hari pertama aktivitas ujung kami, kami mengunjungi hampir semua rumah yang ada di dusun kami, Dusun Kronggahan. Kunjungan kami diawali dari rumah Lik Suwandi, Mbah Remo, Mbah Dul, Mbah Kromo, Pakdhe Kabul, Pakdhe Mentar, Kang Syukur, Mbokdhe Tumbu, Mbokdhe Darmo, Mbah Guru, Mbah Dir, Lik Sri, Lik Sugi, Mbah Mento, Lik Pomo, Lik Nyoto, Mbah Par, Lik Ngadimin, Mbokdhe Rus, Mbokdhe Raminah, Mbah Panut, Pakdhe Nursugeng, Mbah Hadi, Lik Darozan, Lik Hadi Sugeng, Lik Prapti, Lik Mono, Mbah Rus, Lik Suhono, Pakdhe Amat, Lik Tasip, Lik Sarjum, Mbah Sudi, Mbah Giyanto, Lik Haryo, Mbah Bagiyo, Mbah Sukrip, Pakdhe Ram, Lik Jumino, Pakdhe Yahman, Mbokdhe Sis, dan Lik Hari. Ya, kurang lebih 43 rumah. Dimulai dari pukul 09.00 pagi, kami baru dapat menyelesaikannya pada pukul 15.00.

Hari pertama Lebaran di sore hari selalu kami manfaatkan untuk langsung mengunjungi tempat tinggal nenek dair pihak ibu saya. Nenek tersebut tinggaldi Dusun Mangunan atau disebut juga sebagai Mangun Sari, kurang lebih 1,5 km dari tempat tinggal kami. Meskipun pada saat ini nenek dan kekek sudah almarhum, namun di sana masih banyak sanak saudara yang masih ada hubungan darah. Pada kesempatan tersebut kami sowan kepada Pakdhe Sosro, Mbah Kidjo, Lik Jirah, Mbah Basir, Mbah Narti, dan Lik Pardi.

Hari ke dua Lebaran, biasanya rute ujung kami ke arah barat. Sanak saudara yang kami kunjungi meliputi, Mbah Priyo (Dusun Gatak), Lik Samidi (Berokan), Mbokdhe Hadi (Jarakan), Mbah Marmi (Jarakan), Mbah Mi (Sudimoro), Pakdhe Harto (Sabrang), Mbokdhe Muh Roni (Sabrang), Pakdhe Rejo (Kwilet), Lik Muhtar (Ketunggeng), Mbokdhe Tato (Sikepan), Lik Urip; Pakdhe Barki; Mbak Mus;  dan Mas Su (Mandungan).

Selepas ujung di Mandungan, kami memisahkan diri untuk ujung ke Kampung Peniten tempat tinggal mertua. Selepas saling berlebaran dengan keluarga inti, kamipun keliling ke beberapa tetangga kanan-kiri diantaranya ke tempat Lik Mah, Mbah Dur, Pakdhe Bas, Budhe Yuto, Mas Heri, dan Om Sentot.

Hari ke tiga Lebaran adalah hari ujung ke arah utara. Aktivitas ujung kami dimulai ke rumah Pakdhe Darto (Nglarangan) dan Dik Bidin (Babadan). Selanjutnya kami ke rumah Mbah dan Lik Muh di Ngampel. Seterusnya ke Lik Yanto; Mbah Noto; dan Mbokdhe Karjono di Tompen. Setelah itu berturut-turut ke Lik Juwahir dan Lik Suhar (Nglempong), Lik Pur; Mbah Sal; Lik Yah (Nggeblok); Lik Man (Kaliwungu); Lik Wondo (Ngablak), Lik Jiri (Grogolan), Mbah Panut dan Mbah Dar (Gondangan).

Selanjutnya hari ke empat Lebaran kami masih sibuk untuk ujung. Kali ini rute ujung kami ke arah timur. Dimulai dari ujung ke Lik Mukini dan Pakdhe Cokro (Karanglo). Seterusnya kami ujung ke Mbah Bas dan Lik Slamet (Tonalan), Lik Supi; Lik Suti (Kedon); Lik Tar; Mbah Danuri (Papringan), Mas Nur (Berokan Wetan), Mbah Nasroni (Kamongan); Mas Muji, Mbak Yah, dan Pakdhe Mar (Kersan).

Hari ke lima, rute ujung kami semakin jauh ke arah selatan. Ujung kami mulai dari rumah Lik Mah (Tlatar), Lik Wanti (Gunung Pring, Muntilan), Mbah Sari (Dukuh, Sriwedari), Mbah Rani (Curah, Sukorini), Mbah Prih; Mbah Sis, Mbah Surman, Mbah Jamal (Dipan, Borobudur), dilanjutkan ke Mbah Kodir (Nglerep, Mungkid). Dalam perjalanan dari Gunung Pring ke Dukuh kami menyempatkan diri untuk mampir di Candi Ngawen untuk sejenak berfoto ria bersama Raka, Nadya, dan Radya.

Hari ke enam Lebaran bertepatan dengan Hari Jumat. Sengaja setengah hari sejak pagi hingga tengah hari kami hanya tinggal di rumah saja. Selepas Jumátan, beberapa teman sewaktu SMP datang berkunjung. Ada Erwin, Haryana, Mujito, Sarip, Kuntar, Muhtar, Eko, dan Gunawan. Sejenak berbincang dan bercanda ria mengenang masa-masa kebersamaan di bangku sekolah, kamipun kemudian ujung ke kediaman beberapa gur kami. Diantara para guru yang kami kunjungi adalah Bu Wik Guru Geografi (Jagalan), serta Bu Yayuk Bahasa Inggris dan Bu Sri Bahasa Jawa (Tamanagung).

Hari ke tujuh Lebaran kami masih tetap ujung. Ujung kali ini kepada sanak saudara dari Keluarga Peniten. Pertama kali kami ujung ke Pakdhe Grengseng (Pirikan), Mbah Ton (Tanggulangin), Mbah Sus; Mbah Gempol (Giri Wetan), dan Mbah Ida(Tepis). Malam harinya, selepas sholat Isya’ kami sempatkan ujung ke tempat Pak Anang Toto (Guru Olah Raga SMP) di Dumpoh.

Ujung semestinya belum usai. Masih ada beberapa sanak keluarga yang belum sempat dikunjungi. Diantaranya saudara di Bringin, Gowok, Barisan, Songgengan, Cawakan, Ngaglik, Pandean, Citrogaten, Waru. Meskipun kami tidak berkesempatan ujung, namun dari keluarga kami telah diwakili kakak dan adik kepada saudara-saudara tersebut.

Demikian catatan ujung kami pada kesempatan Lebaran tahun ini. Mudah-mudahan di masa Lebaran yang akan datang, kami dapat ujung lagi kepada semua saudara-saudari kami tersebut. Alhamdulillah, tidak kurang dari 117 rumah sanak saudara kami kunjungi dalam masa Lebaran tahun ini. Bagaimana dengan pengalaman silaturahmi Anda? Monggo saling berbagi cerita.

Ngisor Blimbing, 8 Juli 2017