Nasi Tumpeng Nasi Ambeng


Entah ada angin apa, tiba-tiba saya menerima sebuah sms dari salah seorang seorang Srikandi Balatidar, “Mas, mau minta info tentang nasi ambengan, Njenengan paham maknanya ndak Mas? Di Magelang ada juga ndak ya istilah tersebut? Nuwun.”

JSDP13Saya tentu saja bukan seorang budayawan ataupun filosof yang memiliki latar belakang akademis ataupun pengetahuan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Namun demikian sebagai putra asli Magelang yang lahir dan dibesarkan di salah satu lingkungan wilayah pancernya lima gunung, saya hanya mengisahkan apa yang pernah saya lihat, saya alami, saya rasakan, dan mungkin yang saya bayangkan dan angankan berkaiatan dengan tradisi kendurian di desa kami. Dengan demikian saya akan membatasi pembicaraan pada hal tersebut.

Nasi ambengan atau disebut ambeng saja, tidak bisa dilepaskan dari nasi tumpeng. Nasi ambeng dan nasi tumpeng adalah uba rampe atau perangkat ritual yang sangat penting dalam sebuah selamatan di desa kami. Pertanyaan pertama yang mungkin muncul, apa bedanya nasi ambeng dengan nasi tumpeng?

Hal yang paling mudah dalam membedakan kedua jenis nasi tersebut adalah dari segi bentuknya. Nasi tumpeng berbentung gunung kerucut (bentuk puncak strato). Adapun nasi ambeng berbentuk gundukan yang datar rata di bagian atasnya, persis bentuk panci baskom yang dibalik.

Baik nasi tumpeng maupun nasi ambeng senantiasa hadir bersama-sama dalam perhelatan sebuah kendurian. Kenduri, atau masyarakat kami lebih mengenalnya sebagai genduren merupakan upacara kumpul bersama dalam rangka selamatan. Selamatan dapat bermakna perwujudan rasa syukur atau tasyakuran, juga disebut sebagai syukuran. Syukuran biasa diselenggarakan oleh seseorang ataupun keluarga, bahkan seluruh warga dusun setelah menerima kelimpahan rezeki, meraih kesuksesan, atau selesai melaksanakan hajatan tertentu.

Selamatan juga bisa berarti slametan, permohonan untuk mendapatkan keselamatan, seperti slametan untuk orang yang sudah meninggal, slametan orang yang akan membangun rumah, membangun jalan, termasuk slametan bagi keluarga yang akan memulai suatu hajatan (misal pernikahan, khitanan, dlsb).

Secara khusus tidak ada ketentuan yang menegaskan secara nyata apakah sebuah genduren hanya diperuntukkan untuk syukuran saja ataupun slameten saja. Terkadang, bahkan sering dilakukan, hajat syukuran dan slameten digabung dalam suatu kendurian. Misalkan keluarga yang akan menyelenggarakan hajatan pernikahan, mereka bersyukur atas karunia jodoh bagi anaknya, mereka bersyukur atas kelimpahan rejeki, atas kesehatan, dan sebagainya. Di saat yang sama juga dipanjatkan harapan tentang keselamatan (slametan) agar supaya hajatan berlangsung lancar, agar keluarga baru yang terbentuk menjadi sakinah, suami-istri yang dinikahkan segera dikaruniai keturunan, dimudahkan rejeki, dan lainnya. Intinya sangat tergantung pada niat keluarga yang berhajat yang biasanya diikrarkan oleh Mbahk Kaum atau Pak Modin yang memimpin doa bersama.

Berkaiatan dengan proses pembuatan, nasi tumpeng juga dapat dibedakan dengan nasi ambeng. Sebenarnya proses pembuatan nasi tumpeng dan nasi ambeng tidak harus dibuat secara terpisah. Seringkali proses pembuatannya dilakukan secara bersamaan. Beras putih yang sudah dipususi atau dicuci, diliwet dengan proses biasa. Setelah setengah matang, nasi diaru atau direbus menggunakan kukusan. Kukusan merupakan anyaman bambu dengan ujung berbentuk kerucut yang berfungsi untuk menempatkan nasi pada saat perebuasan agar nasi terpisah dari air dan uap air yang dihasilkan dari rebusan air di sisi bawah dapat menguapi nasi setengah matang hingga menjadi matang penuh.

Dari proses pembuatan itulah akan terbentuk nasi kerucut dan biasaya lebih padat di sisi bawah ujung kerucup kukusan tadi. Adapun nasi di bagian atas lebih lembek dan tidak terlalu padat. Setelah nasi matang penuh, nasi di bagian atas diambil terlebih dahulu dan dicetak dengan panci baskom kemudian ditelengkupkan di atas tatakan yang dialasi dengan daun pisang. Nasi berbentuk gundukan yang datar di bagian atasnya inilah yang disebut sebagai nasi ambeng. Adapun nasi bagian bawah yang berbentuk kerucut langsung dibalik dan ditempatkan pada tatakan sehingga terbentuklah sebuah gunung kerucut, inilah nasi tumpeng.

Sangat berkaitan dengan keyakinan masyarakat Islam-Jawa yang sangat erat dengan berbagai simbolisasi nilai-nilai kearifan lokal dalam kehidupan sehari-harinya, nasi ambeng dan nasi tumpeng memiliki makna filosofis masing-masing. Namun demikian, uraian lebih panjang lebar mengenai makna filosofis nasi tumpeng dan nasi ambeng akan saya tulisankan pada postingan selanjutnya.

Kuta, 26 Agustus 2016