Napak Tilas Stasiun Kereta Api Muntilan


Terminal2Muntilan memang sekedar sebuah kota kecil. Namun letaknya yang sangat strategis di jalur wisata Jogja-Borobudur yang sekaligus menjadi bagian poros Jogja-Semarang, menjadikan posisinya menjadi penting. Kota ini berada sekitar 25 km arah utara Kota Budaya Jogjakarta terhubung dengan jalan negara yang lebar nan mulus. Setiap wisatawan yang menuju Candi Agung Borobudur dari arah Jogjakarta pasti akan melewati kota yang paling terkenal dengan tape ketannya ini.

Di samping menjadi titik penghubung perhubungan antar daerah yang strategis, Muntilan juga berperan sebagai kota perdagangan yang penting. Dataran luas nan subur yang terbentang dari sisi Merapi-Merbabu hingga Menoreh dan Sumbing merupakan kawasan pertanian yang sangat kaya raya dengan berbagai komoditas handal. Ada padi, sayuran, palawija, hingga berbagai macam buah-buahan. Bahkan klembak, komoditas endemik yang khas wilayah ini dan sangat terkenal untuk campuran racikan rokok kretek maupun filter.

Dengan latar belakang kekayaan komoditas pertanian yang beragam sejak masa lalu, tidak mengherankan jika pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu membangun sarana transportasi kereta api untuk mengangkut produk pertanian ke luar daerah. Tidak mengherankan pula jika Muntilan di masa lalu memiliki sebuah stasiun kereta api yang cukup besar.

Sarana transportasi kereta api di Muntilan memang kini hanya tinggal kenangan bagi mereka yang pernah menyaksikan kejayaannya hingga di akhir tahun 70-an. Bagi generasi seperti saya bahkan hanya sekedar mendengar dongengan indah tentang para simbah kami yang bakulan sayur-mayur di pasar Bringharjo yang nglaju harian dengan naik kereta api. Namun demikian, hingga pertengahan tahun 90-an generasi kami masih lumayan beruntung dapat menyisakan sisa-sisa rel yang sebagian besar berada di kanan-kiri jalan Raya Jogja-Magelang. Bahkan semasa sekolah di bangku SMP yang berada di samping Toko Tape Ketan, setiap pulang sekolah saya dan beberapa kawan selalu menyusuri rel kereta api dari Muntilan hingga Gulon yang berjarak sekitar 1 Km.

Memasuki Muntilan dari sisi selatan, rel kereta di masa itu membentang di atas Kali Blongkeng. Keberadaannya tepat di sisi kanan jembatan jalan raya yang kala itu hanya satu sisi. Posisi jembatan kereta itu tepat pada posisi jembatan Kali Blongkeng sisi hulu saat ini. Dari titik tersebut, sepasang besi tua sejajar mendampingi Jalan Pemuda di sisi kanan yang kini tepat di pinggiran deretan kios-kios yang ada. Sebelum pelebaran jalan raya dilakukan, rel kereta sudah diurug dengan aspal dan dijadikan jalur lambat yang peruntukkan sepeda, becak dan andong. Lalu dimanakah tepatnya bekas lokasi stasiun kereta api Muntilan berada?

Terminal1Jika kita menyusuri kawasan terminal Drs. Prayitno di sisi Pasar Muntilan, janganlah heran bila sempat menemukan beberapa deretan toko yang mencantumkan alamat Kios PJKA Muntilan. Memang sebenarnya terminal yang saat ini ada merupakan stasiun kereta api di masa lalunya. Hingga akhir tahun 80-an lokasi terminal bus menempel dengan pasar yang kini dipergunakan sebagai kompleks pertokoan Muntilan Plasa. Adapun sisi seberang jalan, tepat di belakang deretan pertokoan yang menyatu dengan Pos Polisi Pasar Muntilan masih berupa jalur-jalur peron dengan beberapa lajur rel. Pada waktu itu, peron tersebut justru difungsikan sebagai tempat parkir kendaraan roda dua bagi para pengunjung pasar.

Selain peron dan jalur-jalur relnya, di masa itu masih tersisa berbagai sarana dan prasarana kelengkapan sebuah stasiun kereta api. Ada wesel-wesel manual yang berperan untuk mengatur atau memindahkan arah jalur rel yang akan mengarahkan kereta pada saat memasuki area peron. Ada pula berbagai rambu dan sinyal terkait. Ada pula jaringan telepon dengan kabel kawat yang masih sangat jadul.

Seiring dengan dominasi pertumbuhan transportasi berbasis jalan raya yang menghubungkan Jogja-Muntilan-Magelang-Semarang menjadikan sarana transportasi kereta api kian tersudut. Akses yang lebih mudah, fleksibel, dan kecepatan menjadikan masyarakat bergeser menggunakan angkutan jalan raya. Hal ini mengakibatkan okupansi pengguna jasa kereta api terus menurun dan menyebabkan tingkat keekonomian kereta api sulit bersaing. Mau tidak mau, suka tidak suka akhirnya jalur kereta api Jogja-Semarang, termasuk yang ke arah Temanggung-Wonosobo dibekukan operasionalnya pada akhir tahun 70-an.

Kini, tatkala jalanan raya sudah mencapai titik jenuh kapasitasnya dan tidak mudah lagi untuk diperlebar maupun dibangun jalur jalan baru, serta ditambah dengan semakin banyak pengguna jalan menggunakan kendaraan pribadi, maka jalanan menjadi semakin padat bahkan sering macet. Untuk mengatasi hal tersebut, ke depan harus dikembangkan, dibangun dan ditingkatkan moda transportasi massal yang handal, termasuk penggunaan kereta api yang sekali jalan dapat membawa ribuan penumpang dan barang. Dengan latar belakang hal tersebut, wacana untuk mengaktifkan kembali jalur kereta api poros Jogja-Semarang yang pernah ada akan semakin menemukan momentumnya. Semoga tidak terlalu lama hal tersebut segera dapat benar-benar menjadi kenyataan. Bagaimana pendapat Anda?

Lor Kedhaton, 5 Desember 2014