Merti Jiwo Gunung Tidar


KidungPambukoMerti, sebuah kata dalam khasanah bahasa Jawa. Merti bisa bermakna bebersih, membersihkan diri, atau mensucikan diri. Maka gabungan kata merti jiwo diartikan sebagai sebuah laku untuk mensucikan jiwa atau rohani kita sebagai manusia. Bagi sebagian ummat beragama, bersuci merupakan lelaku yang sangat penting sebagai prasyarat untuk melakukan ritual ibadah tertentu. Contohnya adalah lelaku wudlu bagi ummat Islam.

Wudlu merupakan salah satu tindakan untuk mensucikan diri, baik secara jasmani, terlebih juga sisi rohani seorang hamba. Wudlu dilakukan dengan menggunakan air suci yang harus juga mensucikan. Air dibasuhkan pada kedua tangan sebagai langkah awal untuk bersuci. Air dikumur untuk membersihkan mulut, termasuk kedua lubang hidung. Air dibasuhkan ke seluruh sudut muka agar muka senantiasa bersih dan bercahaya. Lengan tangan hingga batas siku juga dibasuh agar bersih. Selanjutnya rambut dan daun telinga turut dibasuh untuk membersihkan dan menyegarkan kepada hingga ke otak pikiran kita. Terakhir, tentu saja pembasuhan kedua kaki, mulai dari telapak kaki hingga batas mata kaki.

Berkiblat dari lelaku wudlu tadi, bersuci menjadi prasayarat atau gerbang pembuka untuk melakukan lelaku utama atau ibadah. Jika konteks ini diperluas, maka pada setiap aspek kegiatan manusia akan sangat baik jika terlebih dahulu diawali dengan tindakan bersuci. Suci terutama bermakna bersihnya hati nurani, pikiran, tekad, perkataan, hingga perbuatan yang diharapkan dapat memperlancar segala hajat dan urusan yang akan dikerjakan. Bukankah kita sering juga mengawali setiap pekerjaan dengan memanjatkan doa untuk meluruskan niat dan tujuan kita? Banyak juga di kalangan masyarakat tradisional kita yang mengawali masa tanam, membangun rumah, hajatan serta aktivitas yang lain dengan selametan.

Berkaitan dengan hajat Festival Tlatah Bocah ke-8 pada tahun 2014 ini, sudah pasti sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, event akbar kegiatan berbasis tradisi yang didedikasikan untuk anak-anak di selingkaran gunung Merapi inipun akan diawali dengan laku merti jiwo. Sebagai sebuah konsep yang seolah telah disepakati bersama oleh para penggerak Tlatah Bocah, merti jiwo biasanya dilakukan dengan pendekatan dan perenungan diri kepda Tuhan Yang Maha Esa. Tidaklah berlebihan jika gunung sebagai puncak tertinggi struktur bumi dipilih sebagai papan untuk merti jiwo setiap tahunnya.

Setelah seringkali merti jiwo alam rangka pembukaan Festival Tlatah Bocah dihelat di gunung Merapi, khusus untuk tahun merti jiwo sengaja digelar di puncak gunung Tidar. Gunung Tidar sejatinya adalah sebuah bukit kecil di sudut selatan Kota Magelang. Namun demikian, gunung ini dipercaya sebagai puser-nya Tanah Jawa. Gunung inipun diyakini merupakan pakuning bumi Jawa. Tidar memiliki arti magis strategis dalam kesadaran spiritualisme bangsa Jawa, bahkan Nusantara secara lebih luas. Tidar menjadi semacam barometer ketenangan, kestabilan, kententraman, kedamaian dan selanjutnya bagi seantero Nusantara. Anda percaya? Silakan buktikan dan maknai sendiri.

Acara merti jiwo dalam rangka pembukaan Festival Tlatah Bocah ke-8 akan digelar pada Ahad dini hari, 28 September 2014 di puncak gunung Tidar. Acara perenungan panjang akan diisi dengan pembacaan kidung, tembang macapat, dan doa bersama.

Ngisor Blimbing, 22 September 2014