Keris Senopati, Landmark Baru Kota Magelang


Keris1Berbicara tentang keris tentu saja tidak bisa dipisahkan dari adat dan tradisi manusia Jawa. Keris bukan satu-satunya warisan tradisi yang lahir dan hadir hanya dalam khasanah kebudayaan suku Jawa saja, suku bangsa yang lain juga mengenal keris dengan corak atau ragam khas masing-masing. Namun harus diakui bahwa pemaknaan historis dan filosofis bagi manusia Jawa relatif lebih mendalam kalau tidak bisa dikatakan kompleks alias njlimet.

Lebih dari sekedar sebagai senjata tradisional, keris merupakan piandel. Piandel berarti sesuatu yang menjadikan seseorang menjadi lebih kendel, lebih berani namun juga bisa bermakna sebagai perisai atau tameng. Sebagai sebuah piandel, seorang pemegang keris sebenarnya sangat pantang menggunakannya dalam pembelaan diri, kecuali dalam situasi yang sangat mendesak dan sebagai sebuah plihan terakhir. Keris menjadi senjata pamungkas. Dengan demikian, keris lebih berposisi sebagai perlambang pelindung dan puncak kemampuan olah budi maupun olah kanuragan seseorang yang direpresentasikan dalam wujud pamor.

Secara historis kita mungkin telah mengenal berbagai nama keris. Ada keris mPu Gandring di awal berdirinya Kerajaan Singasari. Ada kisah legenda keris Nogososro yang berlatar pemerintahan Kasultanan Demak Bintoro. Keris Brongot Setan Kober yang menjadi senjata utama Adipati Arya Penangsang dan justru merenggut jiwa pemiliknya sendiri pada sebuah pertempuran di Bengawan Sore. Bahkan Keraton Jogjakarta masih terang dengan pamor dari keris Joko Piturun atau Kyai Slamet yang termakhsyur.

Sebagai sebuah hasil karya kriya, keris menjadi puncak pencapaian evolusi teknologi penempaan logam bagi manusia Jawa. Mulai dari penemuan atau pemilihan bahan, cara pembakaran, cara penempaan, hingga cara menghadirkan pamor sebuah keris merupakan sebuah proses fisik dan spiritual yang kaya makna ataupun simbolisasi. Perpaduan antara dimensi fisika dan metafisika, jagad lahir dan batin, material dan spiritual, hingga antara jagad mikrokosmos dan makrokosmos hadir mengisi utuh luk dan pamor sebuah keris. Kompleksitas dimensi sebuah keris menghadirkan berjuta misteri yang terlampau sulit untuk bisa dipahami secara kasat mata, terlebih oleh manusia awam. Tidak mengherankan berbagai keistimewaan keris telah menjadikannya sebagai salah satu warisan adiluhung peradaban manusia yang telah diakui oleh UNESCO.

Keris3Antara keris dan Magelang, adakah hubungannya? Sebagai bagian dari kelompok masyarakat Jawa, manusia Magelang sudah pasti telah mengenal keris dalam kurun waktu yang panjang. Semenjak keberadaan Mataram Kuno di bawah pemerintahan Dinasti Sanjaya maupun Syailendra, terpahat di berbagai relief candi kegagahan para raja dan ksatria yang menyandang senjata keris di pinggangnya. Bahkan kegigihan perjuangan Pangeran Diponegoro dalam melawan imperialisme Kompeni Belanda diabadikan menjadi sebuah patung sang pangeran yang gagah menunggang kuda, dan tak lupa menyandang sebilah keris pusaka di pinggang depannya.

Hanya itu? Tentu saja tidak sedulur. Di sisi barat Kota Magelang, sejajar dengan bentangan Kali Progo, terdapat sebuah ruas jalan yang diberi nama Jalan Senopati. Di samping memang berarti seorang panglima perang, nama Senopati juga memiliki tautan yang sangat erat dengan sosok Panembahan Senopati ing Ngalaga yang juga bernama Sutawijaya. Dialah sosok raja pertama Mataram Islam yang bangkit setelah kejayaan Pajang surut.

Lalu kaitannya Jalan Senopati dengan keris apa? Nah itu dia! Begini sedulur semua, di salah satu tepian ruas Jalan Senopati Kota Magelang inilah kini hadir sebilah keris raksasa yang tegak menunjuk angkasa raya. Dari segi ukuran, keris dimaksud tentu bukan keris yang bisa disandangkan di pinggang. Bayangkan sebuah keris dengan ketinggian tidak kurang dari 12 meter! Berada tepat di sisi gerbang sebuah kawasan hunian baru, keris Senopati ini hadir menjadi sebuah ikon atau landmark baru di sisi barat Kota Magelang. Mungkin juga keris raksasa tersebut disebut sebagai Monumen Keris Senopati.

Tidak tahu persis latar belakang kawasan hunian baru tersebut menghadirkan sebuah ikon keris raksasa. Namun demikian bisa juga keris tersebut sengaja dihubungkan dengan nama Jalan Senopati yang mengacu kepada Panembahan Senopati yang memiliki piandel sebuah keris bergelar Setan Kober yang dilungsurnya dari Adipati Arya Jipang yang tewas di tangannya.

Bagaimanapun asal-usulnya, keberadaan Monumen Keris Senopati di Kota Magelang harus menjadi inspirasi bagi masyarakat setempat untuk menghargai, nguri-uri dan melestarikan semua bentuk warisan adat, tradisi, dan budaya adiluhung yang diwariskan para leluhur di masa lalu. Dan keris menghadirkan simbolisasi dan pamor nilai-nilai luhur tersebut. Monggo sedoyo!

Lor Kedhaton, 4 September 2014