Apa pendapat sampeyan tentang pembangunan di Kota Magelang akhir-akhir ini? Beberapa titik memang terjamah pembangunan fisik, atau paling tidak sekedar penataan ulang maupun pembenahan. Kawasan Alun-alun Kota, beberapa jalur protokol dan taman, termasuk kawasan Pecinan. Bagaimana dengan nasib pasar Rejowinangun yang terbakar beberapa tahun lalu? Meskipun aspirasi akar rumput jelas menginginkan pembangunan kembali pasar tersebut, namun kita semua tahu bahwa proyek pro rakyat itu belum tersentuh dengan serius. Lalu bagaimana dengan proyek swasta milik pengusaha atau investor kaya raya?

Artos, sebagai monumen mall pertama di Magelang nampak tinggi menantang di batas kota dan kabupaten. Sedikit bergeser ke utara dari Artos, saat ini tengah berlangsung proyek pembangunan Hotel Aston yang nampaknya akan menjadi hotel berbintang termegah dan terbesar di kota Magelang. Tetapi sesungguhnya seberapa prioritas, urgensi, atau kemanfaatan keberadaan sebuah fasilitas mewah nan megah bagi warga Magelang yang sebagian besar merupakan kalangan menengah ke bawah?

Beberapa tahun yang lalu sempat mendengar selentingan kabar bahwa konsorsium JABABEKA, yang pemilik aslinya konon kelahiran Magelang, akan membangun hotel berkelas dunia di kota gethuk tercinta. Hal yang paling mengejutkan, sekaligus memprihatinkan adalah lokasi pembangunan hotel tersebut akan menggusur stadion Abu Bakrim. Sebagaimana kita ketahui pula, stadion kebanggaan warga Magelang yang kini sering mengantarkan kemenangan PPSM di kompetisi nasional ini akan dipindahkan ke sekitar GOR Samapta di Ngembik. Namun hingga kini, nasib stadion pengganti yang tepat berada di sisi timur kali Progo itupun tidak kunjung selesai, bahkan sepertinya terbengkalai.

Entah mengapa, tidak tahu ujung pangkalnya (karena memang jarang ada transparansi informasi tentang program pembangunan oleh pemerintah), ternyata ada sebuah proyek besar di sekitar Trunan yang mulai memancangkan paku bumi sebagai penegak pondasi sebuah bangunan gedung yang nampaknya akan tinggi menjulang. Bahkan kini nampaknya proyek tersebut dalam proses finishing bangunan. Inilah bangunan yang kemudian diketahui sebagai calon hotel berbintang megah dari Aston Group.

Apakah grand desain pembangunan hotel tersebut sudah diagendakan dalam jangka panjang dan matang? Ataukah jangan-jangan proyek yang terkesan tergesa itu sebagai sebuah justifikasi pencitraan bahwa pemerintah periode kini mampu membangun bangunan mewah dan wah? Apakah kiranya sikap kesan kemrungsung yang terlihat juga dipanasi keberadaan Artos mall yang masih berada di wilayah kabupaten Magelang? Benarkah ini semacam proyek gagah-gagahan, megah-megahan, mewah-mewahan, alias hanya oncor-oncoran semata? Jika parameter pembangunan adalah untuk mencapai kesejahteraan rakyat, maka di sisi manakah keberadaan proyek kemewahan ini mampu mewujudkan hal tersebut? Kenapa kok ya kata Artos mirip-mirip pelafalannya dengan Aston ya?

 

Wilayah Magelang, baik kabupaten maupun kota, memang memiliki beberapa potensi wisata unggulan, sebut saja Borobudur, Mendut, Ketep Pass, Kyai Langgeng, dan beberapa obyek lainnya. Kemajuan kepariwisataan di Magelang, diakui atau tidak, justru lebih banyak dinikmati keberkahan rejekinya oleh provinsi tetangga. Bagaimana tidak, mulai dari akomodasi, penginapan, travel, hingga cinderamata dan oleh-oleh kuliner, para wisatawan (apalagi mancanegara) membelanjakan uangnya di Jogjakarta. Bagaimanapun, Jogja memang pintu gerbang masuknya wisatawan yang dominan melalui jalur transportasi udara atau kereta api.

Keberadaan hotel bertaraf internasional di Magelang, sebagaimana telah dimulai Manohara Hotel di lereng Menoreh, bisa jadi menjadi alternatif pilihan wisatawan untuk menginap dan tinggal lebih lama di wilayah Magelang. Seandainya para wisatawan itu tinggal lebih lama di Magelang, sangat mungkin mereka juga akan tertarik untuk mengunjungi obyek wisata yang lain dan nglarisi oleh-oleh atau souvenir karya pengrajin lokal. Dengan demikian bisa jadi efek domino yang tidak langsung akan dirasakan pula oleh usahawan kecil atau kelas rumah tangga.

Jika konsep pemikirannya dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonmi daerah yang lebih pesat lagi, maka sosialisasi dan komunikasi merupakan kunci keberhasilan yang harus digalakkan. Sosialisasi kepada semua pemangku kepentingan pariwisata mulai pengelola tempat wisata, pedagang souvenir, warung makan atau restoran, toko oleh-oleh, bahkan hingga masyarakat secara luas.  Jika semua pihak tersebut dalam kapasitas dan peran sektor masing-masing memiliki komitmen, peran dan tanggung jawab untuk bersama-sama memajukan kepariwisataan, maka akan terjalin sebuah sinergi dan koordinasi yang dapat menggerakkan semua sektor ekonomi rakyat.

 

Pariwisata adalah everybodi’s bisniz, artinya tidak hanya pemerintah yang berperan namun semua pihak memiliki peran dan andil untuk  bersama-sama memajukan wisata. Kunci datangnya wisatawan ke sebuah obyek wisata tidak hanya sekedar ingin melihat sebuah destinasi wisata yang terkenal, namun mereka akan lebih terkesan, kerasan dan memiliki kenangan positif apabila kenyamanan, keamanan, ketertibaban, keindahan dan segala aspek wisata dapat tergarap dengan baik. Hal ini tidak bisa tidak diwujudkan, kecuali dengan sinergi dan koordinasi diantara semua pihak yang terkait dengan dunia kepariwisataan tadi.

Dengan demikian, keberadaan sebuah fasilitas mewah seperti mall ataupun hotel mewah seharusnya tidak hanya selesai kepada sebuah sikap kebanggaan semata, atau bahkan sekedar mendorong masyarakat berpola pikir dan berperilaku hedonis serta konsumtif. Jika demikian yang terjadi, maka perkembangan ekonomi yang terjadi hanya akan dinikmati oleh segelintir pengusaha yang memiliki fasilitas mewah tersebut. Akan tetapi sebaliknya, jika keberadaan fasilitas mewah menjadi pemacu pemerintah untuk bisa lebih menggerakkan sektor ekonomi kerakyatan yang dapat “menumpang” keberadaan fasilitas mewah tersebut, maka kemajuan kesejahteraan bersama akan bersama-sama pula dinikmati kalangan masyarakat yang lebih luas.

Ngisor Blimbing, 26 Juli 2012