Harapan Kepada Badan Otorita Borobudur


Januari memang bulannya hujan sehari-hari. Petir dan halilintar yang menggelegar menjelang turunnya hujan tentu sudah menjadi pemandangan yang lumrah. Namun di penghujung bulan lalu, tiba-tiba saja tak tanggung-tanggung Presiden dengan beberapa jajaran menteri plus Gubernur Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mengadakan rapat penting di Borobudur. Mereka sepakat akan segera membentuk Badan Otorita Pariwisata Borobudur. Bagi warga masyarakat awam seperti penulis, tentu saja informasi tersebut mengejutkan dan mengundang banyak pertanyaan. Keterkejutan kami seolah melebihi keterkejutan mendengar petir dan halilintar.

Indonesia dengan deretan Kepulauan Nusantaranya bagaikan mustika jamrud khatulistiwa dan potongan tanah surga yang diturunkan oleh Tuhan. Keindahan panorama alam Indonesia tiada bandingannya. Keanekaragaman tradisi dan budayanya telah membentuk corak peradaban unggul, merambah mulai dari adat istiadat, seni, tarian tradisi, pakaian daerah, kuliner dan lain sebagainya. Semuanya sangat unik, khas, dan pastinya menarik perhatian bangsa lain untuk mengetahuinya lebih dalam. Intinya Indonesia adalah negeri dengan potensi pengembangan pariwisata yang sungguh luar biasa.

Dari sisi kesejarahan, Magelang sungguh beruntung memiliki bangunan monumen agung warisan Dinasti Syailendra berupa candi Borobudur. Candi Borobudur bukan lagi hanya milik ummat Budha, warga sekitar Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, ataupun Indonesia. Borobudur adalah milik dunia. Borobudur sudah diakui sebagai salah satu word cultural heritage, warisan budaya dunia melalui UNESCO. Candi inilah yang menjadi salah satu magnet daya tarik wisatawan domestik maupun mancanegara mengunjungi Magelang.

Konon setiap tahunnya tidak kurang dari 3 juta wisatawan mengunjungi candi yang dirancang oleh Gunadarma ini. Dari pemasukan tiket atau retribusi masuk, jumlah kunjungan tersebut diberitakan oleh berbagai sumber mampu meraup pemasukan lebih dari 100 M rupiah bagi pihak pengelola Candi Borobudur.

Dengan banyaknya kunjungan wisatawan dan jumlah pemasukan yang fantastik, apakah keberadaan wisata Candi Borobudur telah turut berkontribusi memajukan kesejahteraan masyarakat di sekitar candi maupun Magelang secara umum?

Dalam pengelolaannya, Candi Borobudur sebagai aset kepariwisataan dikelola oleh PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (PT TWCB). PT TWCB merupakan sebuah perusahaan badan usaha milik negara yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1992.  Keberadaan PT TWCB bagi masyarakat di sekitar lokasi Candi Borobudur belum sepenuhnya dirasakan secara nyata turut mengangkat perekonomian daerah. Masyarakat secara umum lebih melihat keberadaan candi yang ditetapkan sebagai aset nasional tersebut lebih memberikan keuntungan kepada pemerintah pusat dibandingkan kepada pemerintah daerah maupun masyarakat sekitar. Tak jarang masyarakat memandang keberadaan pengelolaan Borobudur  sebatas “eksploitasi” ekonomi oleh pusat terhadap daerah.

Kondisi ini diperparah ketika kewenangan Pemerintah Kabupaten Magelang untuk mengelola retribusi  pajak hiburan di sekitar kawasan candi dianulir dengan Keputusan Mahkamah Agung sehingga Pemkab Magelang kehilangan potensi pemasukan asli daerah tidak kurang dari 4 M rupiah setiap tahunnya. Dengan pola pengelolaan saat ini, Borobudur hanya memberikan kontribusi PAD kepada Pemkab Magelang sebesar 200 juta per tahun. Apakah hal ini adil? Adil bagi pemerintah daerah, adil bagi warga Borobudur, adil  bagi masyarakat secara umum?

Beberapa wacana berkaitan dengan perbaikan sistem pengelolaan Candi Borobudur agar lebih memberikan keadilan secara ekonomi pernah diungkapkan. Diantara wacana tersebut adalah dibentuknya badan pengelola cagar budaya sebagaimana semangat pengaturan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Nah, apakah keputusan rapat koordinasi yang dipimpin langsung Presiden Jokowi akhir bulan Januari lalu untuk membentuk Badan Otorita Borobudur senafas dengan aspirasi sebelumnya?

Badan Otorita Pariwisata Borobudur konon akan menerapkan konsep sigle destination, single management. Keberadaan semua pemangku kepentingan yang berkaitan dengan operasional dan pengelolaan akan dikoordinasikan oleh badan tersebut. PT TWCB, Pemkab Magelang, Pemprov Jateng, Kementerian Pariwisata, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian PU, dan pihak lain yang terkait akan berada di bawah komando badan otorita dalam pengelolaan Borobudur. Dengan single management diharapkan perencanaan dan pengambilan keputusan strategis dapat dilakukan dengan lebih cepat, lebih akseleratif, lebih terkoordinasi, dan memangkas berbagai kendala ruwetnya birokrasi. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Amri Yahya, di berbagai media.

Pembentukan Badan Otorita Pariwisata merupakan sebuah kebijakan terobosan dalam rangka menjadikan kepariwisataan sebagai penyumbang utama pendapatan negara, setelah sektor pajak. Dengan kekayaan potensi wisata yang ada, kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada saat ini masih tergolong rendah dibandingkan beberapa negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia. Untuk meningkatkan kunjungan wisatawan asing dari 10 juta pengunjung menjadi 20 juta pengunjung dalam jangka waktu lima tahun ke depan, program pembentukan Badan Otorita Pariwisata kini digencarkan. Di luar Bali yang telah dikelola oleh Badan Otorita Pariwisata Bali yang berkedudukan di Nusa Dua, sepuluh tujuan wisata potensial lainnya akan segera memiliki badan otoritanya masing-masing. Kesepuluh daerah tersebut meliputi Danau Toba, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Kepulauan Seribu, Borobudur, Bromo, Mandalika, Pulau Komodo, Wakatobi, dan Morotai.

Sebagai masyarakat awam, tentu penulis tidak sepenuhnya paham mengenai Badan Otorita Pariwisata ini. Namun sebagai bagian dari masyarakat Magelang, tentu saja kita memiliki harapan besar bahwa keberadaan badan tersebut akan memperbaiki pengelolaan wisata di Candi Borobudur yang akan berdampak secara lebih nyata, lebih langsung, dan lebih meningkat terhadap taraf kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan Borobudur maupun Magelang pada umumnya.

Borobudur telah diwariskan sebagai mustika sejarah yang sangat berharga. Di samping sebagai aset sejarah, Borobudur juga merupakan aset perekonomian yang sangat potensial untuk memajukan kemakmuran warga masyarakat. Adalah menjadi hak setiap masyarakat di sekitarnya untuk turut mengecap manisnya madu yang mengalir sepanjang jaman atas keberadaan Candi Borobudur sebagai aset perekonomian. Harapannya kepariwisataan Borobudur maju, maka maju jugalah kesejahteraan masyarakatnya. Saya rasa kita semua sepakat dengan hal ini.

Ngisor Blimbing, 14 Februari 2016

Foto dipinjam dari sini.

Tulisan ini dimuat di Majalah Suara Gemilang Pemkab Magelang Edisi Februari 2016.