Antara Candi Mendut dan Rara Mendut


Mendut merupakan nama sebuah desa dengan landmark Candi Mendut. Candi ini terletak tidak jauh dari tepian beberapa daerah aliran sungai besar, seperti Kali Progo, Elo dan Pabelan. Candi Mendut merupakan satu kesatuan rangkaian tri candi yang meliputi Mendut, Pawon dan Borobudur. Berdasarkan keterangan pada Prasasti Karangtengah, Candi Mendut dibangun oleh Raja Indra dari Dinasti Syailendra pada tahun 824 M.

Mendut2

Secara administrasi kepemerintahan, Mendut merupakan sebuah kesatuan pemerintahan setingkat desa atau kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang. Lokasi Candi Mendut berada tepat di sisi utara Jalan Mayor Kusen yang merupakan jalur akses utama menuju Candi Borobudur dari arah Yogyakarta. Dari segi kesejarahan dan fungsionalitasnya di masa kini, Candi Mendut memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan candi-candi Budha yang lain, termasuk Borobudur.

Dalam lakon pementasan seni kethoprak di panggung-panggung rakyat yang di masa lalu banyak dipentaskan di dusun-dusun seputar Merapi-Merbabu, termasuk melalui siaran TVRI Jogjakarta, dikenal pula lakon cerita Rara Mendut. Siapakah Rara Mendut? Apakah gadis berparas cantik ini ada hubungannya dengan Candi Mendut?

Mendut4 Mendut1

Dari pendalaman terhadap lakon cerita dalam pementasan kethoprak tersebut, Rara Mendut adalah seorang anak perawan dari sebuah dusun terpencil di pesisir Bhumi Pati. Kecantikan paras rupanya yang menawan menjadikannya buah bibir di kalangan masyarakat luas. Kabar buah bibir itupun sampai ke telinga Sang Adipati Pragola, penguasa Pati. Dengan cara paksa, Rara Mendut diglandhang oleh para punggawa kadipaten untuk dijadikan selir Adipati Pragola. Kisah klasik ini seolah mengulang cerita kelam perampasan Ken Dedes oleh Akuwu Tunggul Ametung di masa akhir Kediri.

Belum sempat Rara Mendut dipersunting oleh Adipati Pragola, bala tentara Sultan Agung Mataram datang menyerang puri kadipaten yang dianggap mbalelo alias makar terhadap penguasa pusat. Singkat cerita Pati mengalami kekalahan telak dan semua harta benda dirampas sebagai pampasan perang, termasuk para istri, selir dan putri kadipaten. Nasib buruk tersebut juga menimpa Rara Mendut.

Rara MendutAkhirnya Rara Mendut diboyong ke Mataram. Atas jasa panglima perangnya, Sultan Agung berkenan menghadiahkan Rara Mendut kepada Tumenggung Wiraguna. Seorang panglima perang sangat senior yang juga sudah melewati umur setengah baya. Meskipun “diinginkan” oleh para bangsawan, tetapi hati nurani Rara Mendut senantiasa berontak dan ingin melepaskan diri dari belenggu perbudakan yang menimpanya.

Karena selalu menolak Wiraguna, lama kelamaan kesabaran sang tumenggung mendekati puncak kejengkelannya. Terlebih dengan sombong Rara Mendut menyatakan akan menebus diri dengan berapapun harga yang diajukan Wiraguna. Akhirnya penjagaan terhadap Rara Mendut diperlonggar dan untuk mengumpulkan sejumlah uang tebusan yang sebenarnya tidak akan mungkin dikumpulkannya dengan cara kerja apapun, ia kemudian berjualan rokok lintingan klobot. Rokok Rara Mendut bukan sembarangan dan seumumnya rokok di jamannya. Apa istimewanya?

Rokok yang dijual Rara Mendut sebenarnya lebih tepat tidak lagi disebut rokok. Rokok yang dijualnya adalah rokok yang sebelumnya telah dihisap dengan bibir merah rekahnya. Jadi para pembeli rokok yang gila itu sebenarnya hanya membeli tegesan alias sisa rokok dari Rara Mendut. Namun demikian, karena kecantikan Rara Mendut telah terkenal dan kondhang kaloka di seluruh negeri Mataram, maka tidak ada satu lelakipun yang merasa dirugikan atau berkeberatan. Mereka justru merasa tersanjung dapat menikmati tegesan sambil membayangkan kecantikan Rara Mendut di balik bayang silhuet kelambu yang terpasang remang-remang sebagai batas hijab antara si penjual dan pembeli di tengah pasar yang sengaja dipersyaratkan oleh Wiraguna agar kecantikan Rara Mendut tidak terobral murahan.

Akhirnya bertemulah Rara Mendut dengan sosok pemuda Pranacitra. Dialah cinta sejatinya yang kemudian membawanya lari dari kotaraja. Mengetahui simpanannya lepas bersama pemuda ingusan, Wiraguna segera mengejar pelarian Rara Mendut. Nasib kemudian mempertemukan sepasang kekasih muda itu dalam tikaman keris Wiraguna, tepat senja tiba di pesisiran Laut Selatan.

Mendut3

Selain sebagai sebuah skenario kethoprak yang tergali sebagai warisan para winasis di masa lalu, cerita cinta klasik Rara Mendut juga pernah diangkat sebagai sebuah novel, antara lain oleh Romo Mangun dan Ajip Rosidi. Rama Mangun dalam fantasinya mengenai Rara Mendut bahkan membuatnya dalam trilogi novel Rara Mendut, Lusi Lindri, dan Genduk Duku. Trilogi ini mengangkat kisah Rara Mendut secara lebih komperhensif dengan menyertakan penggambaran yang sangat luar biasa mengenai sosok Amangkurat I dengan segala tindak-tanduk dan kebijakan politiknya sebagai penerus yang masih tersembunyi di balik kelamnya tembok-tembok istana yang sangat misterius.

Jadi sangat berbeda dengan kisah cinta Rara Jonggrang yang dikaitkan dengan Candi Rara Jonggrang atau yang lebih dikenal sebagai Candi Prambanan dibandingkan hubungan antara Candi Mendut dan Rara Mendut. Kesimpulan akhirnya adalah, sama sekali tidak ada hubungan kisah secara langsung antara Candi Mendut dan Rara Mendut.

Kuta, 11 September 2013